Selasa, 17 November 2009

rasionalisasi CBSA dalam pembelajaran

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru, di mana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang di tujukan untuk membelajarkan dan membimbing siswa. Untuk dapat membelajarkan siswanya, salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru adalah dengan menerapkan pendekatan CBSA dan pendekatan keterampilan proses (PKP) dalam proses pembelajaran. Baik CBSA maupun PKP merupakan pendekatan pembelajaran yang tersurat dan tersirat dalam kurikulum yang berlaku.
Kita sebagai seorang calon guru, tentunya berkepentingan untuk mengetahui apa dan bagaimana cara belajar siswa aktif itu serta apa dan bagaimana pula PKP. Sebagai calon tenaga professional, anda tentu bertanya mengapa harus CBSA dan PKP.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, yang menjadi pokok permasalahan dalam karya tulis ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah definisi tentang CBSA dan PKP tersebut dan hal-hal yang mempengaruhi dari perkembangan CBSA dan PKP tersebut.
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam tingkat perkembangan rasionalisasi CBSA dalam pembelajaran tersebut.
3. Bagaimana hubungan CBSA dalam kehidupan sehari-hari yang sangat penting dalam proses pembelajaran seseorang dalam lingkungan sosial.
4. Hal-hal apa saja yang dapat kita ambil dari pembelajaran tentang rasionalisasi CBSA dalam pembelajaran ini dalam bersikap, berfikir serta mengambil sikap untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang calon tenaga pendidik dalam dunia pendidikan.








BAB II
RASIONALISASI CBSA DALAM PEMBELAJARAN

1. Penerapan CBSA dalam Proses belajar mengajar
Kita telah memasuki ambang “ masyarakat belajar”, yaitu masyarakat yang menghendaki pendidkan masa seumur hidup (Huse, 1988: 41 ). Untuk mempersiapkan siswa menghendaki hal tersebut, kita perlu memikirkan jawaban atas pertanyaan : Cara–cara bagaimana siswa memperoleh dan meresepkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi kebutuhannya? Dengan kata lain, guru hendaknya tidak hanya menyibukkan dirinya dengan kegiatan pemaksimalan penyajian isi pelajaran saja. Yang lebih penting dari pada itu, guru hendaknya memikirkan cara siswa belajar.
Untuk menjawab permasalahan yang terkandung dalam pertanyaan di atas, perlu kiranya mengkaji konsep belajar terlebih dahulu. Sudah sejak lama manusia mencoba mengkaji konsep belajar. John Dewey misalnya (1916 dalam Davies, 1987:31) menekankan bahwa:
untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari murid-murid sendiri. Guru adalah pembimbing dan pengarah, yang mengemudikan perahu, tetapi tenaga untuk
tampak dalam proses belajar mengajar?
Kita mengetahui, bahkan telah dan bisa melakukan, bahwa proses belajar mengajar menempuh dua tahapan. Tahapan pertama adalah perencanaan dan tahapan
Perencanaan proses belajar mengajar berwujud dalam bentuk satuan pelajaran yang berisi rumusan tujuan pengajaran (tujuan intruksional), bahan pengajaran, kegiatan belajar siswa, metode dan alat bantu belajar, dan penilaian. Sedangkan tahap pelaksanaan proses belajar mengajar adalah pelaksanaan satuan pelajaran pada saat praktek pengajaran, yakni interaksi guru dan siswa pada saat pengajaran itu berlangsung.
Cara belajar siswa aktif (CBSA) harus tercermin dalam kedua hal di atas, yakni dalam satuan pengajaran dan dalam praktek pengajaran. Dalam satuan pengajaran, pemikran CBSA tercermin dalam rumusan isi satuan pelajaran sebab satuan pelajaran pada hakikatnya adalah rencana atau proyeksi tindakan yang akan dilakukan oleh guru pada waktu belajar. Dengan demikian, guru yang akan mengajar dengan penekanan pada CBSA harus memikirkan hal-hal apa yang akan dilakukan serta menuangkannya secara tertulis ke dalam satuan pelajaran. Di mulai dari merumuskan tujuan instruksional khusus (TIK), guru harus memberikan peluang bahwa pencapaian tujuan tersebut menuntut kegiatan belajar siswa yang optimal. Merumuskan bahan pelajaran harus diatur agar menantang siswa aktif mempelajarinya. Kegiatan belajar siswa ditetapkan dan diurutkan secara sistematis sehingga memberi peluang adanya kegiatan belajar bersama, kegiatan belajar kelompok, dan kegiatan belajar mandiri atau perseorangan. Metode belajar dan alat bantu pengajar diusahakan dan dipilih oleh guru agar menumbuhkan belajar aktif siswa, bukan mengajar aktif dari guru. Tempat posisi guru sebagai pemimpin dan fasilitator belajar bagi siswa. Demikian pula dalam hal penilaian, guru hendaknya menyusun sejumlah pertanyaan yang problematis, sehingga menuntut siswa mencurahkan pemikirannya secara optimal; kalau perlu berkaitan tugas-tugas yang harus dikerjakan di kelas ataupun di rumah.
Oleh sebab itu, peranan satuan pelajaran dalam proses belajar mengajar yang menekankan CBSA bukan semata-mata tuntutan administrasi guru, melainkan merupakan bagian penting dari praktek pengajaran agar diperoleh hasil belajar siswa yang optimal.
Sudah barang tentu pemikiran-pemikiran yang telah dituangkan ke dalam satuan pelajaran harus secara konsekuen dipraktekan pada waktu guru mengajar, bukan sekedar rencana di atas kertas. Praktek pengajaran tersebut atau pelaksanaan satuan pelajaran yang telah dibuat, wujudnya tidak lain adalah tindakan guru mengajar siswa, yakni adanya interaksi antara guru dengan siswa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Dengan berpedoman kepada satuan pelajaran yang telah dibuat, guru harus menciptakan lingkungan belajar yang mendorong semua siswa aktif melakuakan kegiatan belajar secara nyata. Ada beberapa ciri yang harus tampak dalam proses belajar tersebut, yakni:
a. Situasi kelas menantang siswa melakukan kegiatan belajar secara bebas, tetapi terkendali.
b. Guru tidak mendominasi pembicaraan tetapi lebih banyak memberikan rangsangan berfikir kepada siswa untuk memecahkan masalah.
c. Guru menyediakan dan mengusahakan sumber belajar bagi siswa, bisa sumber tertulis, sumber manusia, misalnya murid itu sendiri menjelaskan permasalahan kepada murud lainnya, berbagai media yang diperlukan, alat bantu pengajaran, termasuk guru sendiri sebagai sumber belajar.
d. Kegiatan belajar siswa bervariasi; ada kegiatan yang sifatnya bersama-sama dilakukan oleh semua siswa, kelompok dan bentuk diskusui, dan ada pula kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh setiap siswa secara mandiri. Penetapan kegiatan belajar tersebut diatur oleh guru secara mandiri. Penetapan kegiatan belajar tersebut diatur guru secara sistematis dan terencana.
e. Hubungan guru dan siswa sifatnya harus mencerminkanhubungan manusiawi bagaikan hubungan bapak-anak, bukan hubungan pemimpin dengan bawahan. Guru menempatkan diri sebagai pembimbing semua siswa yang memerlukan bantuan manakala mereka menghadapi persoalan belajar.
f. Situasi dan kondisi kelas tidak kaku terikat dengan suasana yang mati, tetapi sewaktu-waktu diubah sesuai dengan kebutuhan siswa.
g. Belajar tidak hanya diukur dan dilihat dari segi hasilyang dicapai siswa, tetapi juga dilihat dan diukur dari segi proses belajar yang dilakukan oleh para siswa.
h. Adanya keberanian siswa mengajukan pendapatnya melalui pertanyaan atau pernyataan gagasannya, baik yang diajukan kepada guru maupun kepada siswa lainnya dalam pemecahan masalah belajar.
i. Guru senantiasa menghargai pendapat para siswa, terlepas dari benar atau salah, dan tidak diperkenankan membunuh, mengurangi, atau menekan pendapat siswa di depan siswa lainnya. Guru bahkan harus mendorong siswa agar selalu mengajukan pendapatnyasecara bebas.
Ciri-ciri di atas merupakan sebagian kecil dari hakikat dari hakikat belajar siswa aktif dalam praktek pengajaran. Untuk dapat mewujudkan ciri-ciri di atas bukanlah hal yang mudah. Hal itu memerlukan pengenalan teori strategi mengajar dan teori penyusunan satuan pengajaran.
Sedangkan Gage dan Berliner secara sederhana mengungkapkan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang membuat seseorang mengalami Berliner, 1984 : 252)
Dari batasan belajar yang dikemukakan oleh Dewey serta Gage dan Berliner, kita dapat menandai bahwa belajar merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secara orang per orang sebagai satu kesatuan organisasi sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya.
Dengan demikian, dalam belajar orang tidak mungkin melimpahkan tugas-tugas belajarnya kepada orang lain. Orang yang belajar adalah orang yang mengalami sendiri proses belajar.
Walaupun telah lama kita menyadari bahwa belajar memerlukan keterlibatan secara aktif orang yang belajar, kenyataan masih menunjukan kecendrungan yang berbeda. Dalam proses pembelajaran masih tampak adanya kecendrungan meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih banyak berperan dan terlibat secara pasif, mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, serta sikpa yang mereka butuhkan. Apabila kondisi proses pembelajaran yang memaksimalkan peran dan keterlibatan guru serta meminimalkan peran dan keterlibatan siswa terjadi pada pendidikan dasar, termasuk pada sekolah dasar akan mengakibatkan sulit tercapainya tujuan pendiudikan dasar yakni meletakkan dasar yang dapat di pakai sebagai batu loncatan untuk menggapai pendidikan yang lebih tinggi, di samping kemampuan dan kemauan untuk belajar terus-menerus sepanjang hayatnya.
Bertolak dari pemikiran-pemikiran yang terkandung dalam konsepsi pendidikan seumur hidup dan konsepsi belajar serta kenyataan proses pembelajaran, maka peningkatan penerapan CBSA merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi. Guru hendaknya tidak lagi mengajar sekedar sebagai kegiatan menyampaikan pengetahuan, keterampilan sikap terhadap siswa. Guru hendaknya mengajar untuk membelajarkan siswa dalam konteks belajar bagaimana belajar mencari, menemukan dan meresepkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Dengan penerapan CBSA, siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapsitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat mengunakkan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya. Selain itu, siswa diharapkan lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara teratur, kritis, tanggap dan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari, serta lebih terampil dalam menggali, menjelajah, mencari, dan mengembangkan informasi yang bermakna baginya (Raka Joni, 1992:1). Pencapaian keadaan siswa yang diharapkan melalui penerapan CBSA ini , akan memungkinkan pembentukkan sebagai ”pengabdi abadi pencari kebenaran ilmu”.
Di sisi yang lain, dengan penerapan CBSA, guru diharapkan bekerja secara professional, mengajar secara sitematis berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna berhasil guna ( efisien dan efektif ). Artinya guru dapat merekayasa sistem pembelajaran yang mereka laksanakan secara sistematis, dengan pemikiran mengapa dan bagaiamana menyelenggarakan kegiatan pembelajaran aktif ( Raka Joni 1992:11 ). Lambat laun penrapan CBSA pada gilirannya akan mencetak guru–guru yang potensial dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan alam dan sosial budaya.
2. Rasionalisasi Pendekatan Keterampilan Proses Sebagai Bagian dari CBSA
Rasionalisasi Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pengajaran
Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat dikatakan belajar, apabila terjadi proses perubahan perilaku pada diri siswa sebagai hasil dari suatu pengalaman.
Dari jabaran kegiatan pembelajaran tersebut, maka dapat diidentifikasikan dua aspek penting yang ada dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Aspek pertama adalah aspek hasil belajar yakni perubahan perilaku pada diri siswa. Aspek kedua adalah aspek proses belajar yakni sejumlah pengalaman intelektual, emosional, dan fisik pada diri siswa.
Bertolak dari pembahasan sebelumnya, dapat secara jelas kita lihat bahwa tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di dekolah haruslah “membelajarkan siswa bagaimana belajar”. Tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran ini mengandung makna harus tercapai, kalau kita ingin memenuhi tuntutan percepatan perubahan yang berlangsung terus-menerus. Pada masa sekarang ini, bukanlah waktunya lagi bagi guru untuk menjadi orang pertama-tama yang bertindak sebagai komunikator “fakta-fakta, konsep dan prinsip-prinsip yang mantap”. Adanya berbagai penemuan penelitian, menyebutkan “fakta, konsep, prinsip” seringkali berumur semakin “pendek”. Oleh karena itum tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah secara operasional adalah membelajarkan siswa agar mampu memproses dan memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang menjadi kebutuhannya. Penyelnggaraan pembelajaran seperti diidealkan pada alinea sebelumnya, seringkali tidak terwujud dalam realitasnya di sekolah. Kegiatan pengajaran seringkali didasarkan pada dua premis yang terkadang tidak diungkapkan secara jelas.
Premis pertama mengungkapkan bahwa siswa belajar sesuatu bukan karena hal yang dipelajari menarik atau menyenangkan baginya, tetapi siswa belajar hanya ingin mnghindarkan diri dari ketidaksenangan bila ia tidak belajar. Berdasarkan premis ini, timbul tindakan yang mengkondisikan adanya ancaman tidak naik kelas, nilai rendah, hukuman, dan yang lain, agar siswa belaajr. Premis kedua mengungkapkan bahwa guru merupakan ”Motor Penggerak” yang membuat siswa terus-menerus belajar, dari pihak siswa tiada kegiatan belajar spontan. Siswa seringkali dipandang sebagai “gentong kosong” yang harus diisi oleh duru dengan air pengetahuan.
Adanya dua premis seperti diungkapkan tersebut, mengakibatkan kegiatan pembelajaran cenderung menjadi kegiatan “penjajahan” atau “penjinakan” daripada sebagai kegiatan “pemanusiaan”. Terjadinya “penjajahan” atau “penjinakan”, karena siswa benar-benar dijadikan objek kegiatan pembelajaran. Berdasarkan uraian tentang kegiatan pembelajaran yang ideal dan realitas penyelnggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah, timbul pertanyaan “apakah yang bisa dilakukan untuk mengidealkan kegiatan pembelajaran di sekolah?” Salah satu jawaban atas pertanyaan tersebut adalah penerapan Pendekatan Peterampilan Proses (PKP).
Apabila dikaji lebih lanjut, kita akan tiba pada kesimpulan bahwa penerapan PKP dalam kegiatan pembelajaran didasarkan pada hal-hal berikut :
a. Percepatan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Percepatan perubahan IPTEK ini, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-satunya orang yang menyalurkan semua fakta dan teori-teori. Untuk mengatasi hal-hal ini perlu pengembangan keterampilan memperoleh dan memproses semua fakta, konsep dan prinsip pada diri siswa.
b. Pengalaman intelektual, emosional dan fisik.
Pengalaman intelektual, emosional dan fisik dibutuhkan agar didapatkan hasil belajar dari peserta didik yang optimal serta memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. Ini berarti kegiatan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan kepada siswa memperlihatkan unjuk-kerja melalui sejumlah keterampilan memproses semua fakta, dan prinsip sangat dibutuhkan.
c. Penanaman sikap dan nilai sebagai pengabdi pencarian abadi kebenaran ilmu.
Hal ini menuntut adanya pengenalan terhadap tata-cara pemrosesan dan pemerolehan kebenaran ilmu yang bersifat kesemntaraan. Hal ini akan mengarahkan sispa pada kesadaran keterbatasan manusiawi dan keunggulan manusiawi, apabila dibandingkan dengan keterbatasan dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.Perkembangan CBSA dengan Kurikulum yang Ada di Indonesia
Seperti halnya dengan sejarah panjang Ujian Negara maka begitu juga dengan sejarah kurikulum pada pendidikan di Indonesia. Hal yang menarik adalah bahwa KTSP merupakan era baru, dari kurikulum yang bersifat nasional menjadi kurikulum yang berbasiskan satuan pendidikan.
Harapan dari KTSP ini adalah akan lahir kurikulum-kurikulum berbasis lokal yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan dihasilkan oleh orang-orang lokal dengan mengacu kepada standar-standar nasional yang dibuat Pusat. Namun hal ini berimpilikasi kembali dengan kemampuan seorang Guru untuk membuat KTSP, seorang Guru harus mampu melakukan inovasi dalam membuat kurikulum sesuai dengan kebutuhan murid dan sekolahnya tersebut.
Kurikulum ini juga merupakan salah satu hasil kurikulum lebih baik dibanding pendahulunya yang pernah di keluarkan Depdiknas, sekaligus kembali bersifat prospektif bila dibandingkan dengan kurikulum-kurikulum yang lain. Sebagai contoh ketika kurikulum pertama kali dikeluarkan yaitu pada tahun 1947, yang disebut dengan Rencana Pembelajaran yang isinya lebih mementingkan kepentingan Belanda dibandingkan dengan kepentingan rakyat Indonesia. Kemudian pada tahun 1952 dan tahun 1964 pada masa orde lama yang masih belum sempurna kurikulumnya bahkan masih terkesan prematur. Terlebih lagi pada permulaan masa orde baru pada tahun 1968 yang kurikulumnya berisikan bagaimana menjadi seorang manusia Pancasila sejati.
Lantas tetap di era Orde Baru pada tahun 1975 keluarnya kurikulum Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) yang lebih dikenal dengan Kurikulum berbasis satuan pelajaran, namun ini mendapatkan banyhak kritikan karena Guru disibukkan menuliskan rincian apa yang dikerjakan dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Sedikit berbeda pada tahun 1984 keluar kurikulum yang berbasis process skill approach. Siswa ditempatkan sebagai subjek belajar dari mulai pengamatan, pengelompokkan, diskusi hingga melaporkan atau sering disebut dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Namun dalam perjalanannya kurikulum ini juga tidak dapat direalisasikan seperti keinginan awalnya, karena seringkali terjadi banyak kesenjangan dan kurangnya pemahaman dari Sekolah. Guru yang tidak lagi melakukan metode ceramah kepada siswanya, namun belum bisa menguasai para siswanya dalam pembelajaran siswa aktif tersebut. Sehingga berujung kepada penolakkan dari model CBSA ini.
Lain lagi dengan kurikulum 1994 yang menggantikan kurikulum 1984 yang berupaya memadukan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya, yang berupaya untuk mengkombinasikan antara kurikulum 1975 dan 1984, sehingga menimbukan sebuah kurikulum yang super padat, karena semua aspek komponen baik lokal dan Pusat dimasukkan kedalam kurikulum tersebut. Ketika kurikulum ini berjalan timbulah tragedi 1998, krisis ekonomi 1998 yang menjatuhkan Soeharto sekaligus menandakan berakhirnya Orde Baru. Yang juga melahirkan kurikulum baru yang bernama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004.Jiwanya adalah setiap pelajaran diurai berdasarkan kompetensi apa yang mesti dicapai oleh siswa. Namun kerancuan muncul ketika akan mengukur kompetensi siswa, bila ini dilakukan maka tidak bisa lagi menggunakan alat ukur dengan menggunakan pilihan ganda akan tetapi tentunya menggunakan praktek yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Kembali hal ini terbentur pada kemampuan Gurunya yang tidak memahami masalah pengukuran ini, karena hasil yang tidak memuaskan program ini dihentikan pada tahun 2006. Yang kemudian dilanjutkan dengan KTSP tersebut.
Di era otonomi pendidikan ini, pemerintah menggulirkan kebijakan yang sama sekali berbeda di masa silam. Berakhirnya KBK ditandai pula dengan dicabutnya penerapan kurikulum nasional. Inilah era Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ditetapkan pada 23 mei 2006, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22/2006 tentang Standar Isi Pendidikan dan Permendiknas No 23/2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
KTSP menghendaki kurikulum disusun dan dikembangkan sendiri oleh sekolah. Depdiknas dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), lembaga yang tugasnya, antara lain membuat kurikulum, hanya memberikan kisi-kisi materi yang akan diujikan secara nasional. Pemerintah hanya membuat standar-standar nasional sedangkan isi kurikulum dibuat oleh Sekolah. Guru diberikan kebebasan mengembangkan indikator penilaian dan materi pokok sesuai dengan karakteristik daerah, lingkungan dan peserta didik. Disini kembali dituntut peran Guru yang amat besar untuk mampu melaksanakan kurikulum ini, bukan sekedar Guru yang hanya mencari nafkah dari pekerjaannya akan tetapi seorang Guru yang mengerti betul dengan filosofi pembelajaran dan menguasai betul secara mental untuk memberikan pengajaran kepada anak didiknya sebagai seorang manusia.
Sesungguhnya sosialisasi KTSP ini sudah dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional melalui Ditjen PMPTK dengan berbagai cara dan kesempatan. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan CD yang berisikan KTSP, Widya Iswara pada LPMP dan P4TK seringkali melakukan kunjungan ke daerah untuk mensosialisasikannya, menggunakan metode Master TOT, melalui asosiasi Guru yang ada dan lain sebagainya. Dan sebenarnya sudah cukup dirasakan oleh Guru-guru yang ada di seluruh Indonesia, minimal mereka mengetahuinya.
Dan salah satu upaya yang sekarng ini amat dinantikan adalah peran serta masyarakat melalui LSM-LSM untuk dapat mensosialisasikannya, tidak hanya bisa mengkritisi akan tetapi tidak memberikan solusi yang terbaik bagi anak bangsa ini. Yang perlu menjadi catatan dengan KTSP ini adalah bukan hanya kepada sosialisasi akan tetapi kemampuan Guru untuk dapat mengembangkan kurikulum ini, karena kurikulum ini betul-betul membuthkan Guru yang capable dan mampu melakukan analisis-analisis untuk menghasilkan kurikulum terbaik bagi siswanya.
Peran dan konstribusi yang telah diberikan oleh Guru
Bila dilihat dari data guru kemungkinan profesi yang terbanyak dibanding profesi lain. Tercatat tak kurang dari 2.783.321 guru, dengan perincian 1.528.472 adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan sisanya, 1.254. 849 guru swasta. Sayangnya, guru hanya unggul jumlah, sementara dari sisi kualitas baik dari kompetensi dan kualifikasi, masih menyisakan pekerjaan rumah besar. Dari sisi kualifikasi ternyata hanya sebagian saja yang lulus S1, belum lagi banyaknya Guru yang mengajar missmatch, kesemua ini tentunya hanya akan membuat anak didik di Indonesia akan menjadi semakin mundur. Hal yang sering terlupakan adalah bahwa dalam pembelajaran itu sarana dan prasarana bukan merupakan sebuah faktor yang paling penting, akan tetapi yang paling penting itu selain kualitas dan kompetensi adalah Mental Guru. Dahulu Guru begitu dihormati oleh masayarakat, mereka dianggap sebagai tokoh dalam komunitasnya. Namun kini semuanya semakin sirna karena berbagai tingkah laku Guru yang membuat muridnya menjadi tertawa.
Seperti pepatah mengatakan ‘Guru Kencing Berdiri Murid Kencing Berlari’. Bila seorang Guru mempunyai kemampuan dan mengerti metoda pendidikan ia akan dapat memberikan sebuah pengajaran yang luar biasa. Sebuah film yang diangkat dari Novel spektakuler ‘Laskar Pelangi” telah mencoba menunjukkan hal tersebut. Bahwa mengajarkan seseorang itu tidak perlu terikat dengan kurikulum atau lengkapnya sarana dan prasarana, namun bagaimana mengajar seorang anak didik itu dari hati, bagaimana mengajar seorang anak didik itu sesuai dengan bakatnya dan melihatnya sebagai sebuah kepribadian yang unik yang diciptakan oleh Allah SWT. Sebagai contoh, ketika zaman dahulu kita menulis dengan batu tulis, dimana ketika itu setelah ditulis kita harus langsung menghapusnya. Sedangkan sekarang ini begitu murah buku dan alat tulis untuk dibeli namun tetap saja mutu pendidikan kita tidak menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.
Guru kita sekarang tidak mampu memberikan inspirasi kepada anak didiknya. Sehingga saat ini lulusan dari Perguruan Tinggi ternyata lebih banyak menjadi ‘Penyemir Sepatu’ dari lulusan SD yang mempunyai keberanian untuk terjun dalam dunia kewirausahaan. Lulusan PT tidak mempunyai keberanian untuk menantang untung dan rugi, menantang hidup yang tidak tetap, menantang hidup yang tidak pasti, walau ternyat dengan ketekunan dunia itu tidak pernah membuat orangnya kelaparan dengan sebenar-benarnya. UU Guru dan Dosen telah jadi, seorang Guru disinyalir akan mendapatkan pendapatan yang cukup untuk hidupnya. Namun untuk mendapatkannya seorang Guru diharuskan mengikut uji sertifikasi dan fortopolio, lagi-lagi yang terjadi sungguh membuat mengerti kenapa pendidikan kita tidak maju. Guru mulai bermain-main dengan fortopolio, mulai membajak hasil diklat dan seminar temannya, mulai mencari ijazah palsu. Inilah mental kebanyakan Guru kita sekarang ini.
Bukannya kurikulum atau sarana dan prasarana itu tidak penting, namun itu semua menjadi tidak berguna apabila Guru kita mentalnya masih belum berubah, tidak mempunyai jiwa seorang pendidikan akan tetapi lebih kepada jiwa pedagang atau bahkan menjadi seorang birokrasi.
Seperti halnya dengan KKN, selama mental para Birokrasi tida berubah sebesar apapun gaji yang diberikan tidak akan pernah cukup, KKN itu akan terus terjadi. Hal ini mungkin terjadi karena dampak dari zaman sentralisasi di orde baru yang menyebabkan selama puluhan tahun Guru hanya dituntut untuk melaksanakan kurikulum yang telah dikeluarkan sesuai dengan kebijakan dan keinginan Pusat, sehingga menghilangkan jiwa kritis dari Guru tersebut. Bila seorang Guru seperti itu tentu dapat terbayangkan bagaimana muridnya, yang akhir lebih pintar untuk menghapal bukan melakukan inovasi-inovasi pemikiran. Ini pulalah yang menyebabkan Depdiknas tetap bersikeras untuk tetap melaksanakan UAN/UN, untuk memberikan sebuah pancingan atau stimulant terhadap pendidikan di Indonesia, sekaligus menjaga mutu dari mutu pendidikan kita, menggerakan jiwa sebagai pendidik dari Guru, menggugah masyarakat untuk berperan serta dalam pendidikan, menggugah Pemerintah Daerah untuk memperhatikan pendidikan didaerah dan lain sebagainya. Bahkan untuk menjaganya Pemerintah juga kerap berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan Guru, memenuhi standar pendidikan pada satuan pendidikan, membantu dengan BOS, menetapkan Standar-standar Pendidikan, mengeluarkan UU yang pro kepada Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
4. Dasar Pemikiran Perlunya CBSA dalam Proses Pengajaran
Mengapa proses pengajaran harus mengoptimalkan kadar keaktifan siswa belajar atau CBSA?
Jawaban terhadap pertanyaan di atas dapat dikaji dari empat perangkat, yaitu aasumsi mengenai (a) pendidikan (b) anak didik, (c) guru, dan (d) proses pengajaran.
a. Asumsi pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar memanusiakan manusia atau membudayakan manusia. Pendidikan adalah proses sosialisasi menuju kedewasaan intelektual, sosial, moral, sesuai dengan kemampuan dan martabatnya sebagai manusia. Atas dasar itu maka hakikat pendidikan: (1) adalah interaksi manusiawi, (2) membina dan mengembangkan potensi manusia, (3) berlangsung sepanjang hayat, (4) sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan individu, (5) ada dalam keseimbangan antara kebebasan subjek didik dengan kewibawaan guru, dan (6) meningkatkan kualitas hidup manusia.
b. Asumsi anak didik
Asumsi anak didik didasarkan atas: (1) anak bukan manusia kecil, tetapi manusia seutuhnya yang mempunyai potensi untuk berkembang, (2) setiap individu atau anak didikberbeda kemampuannya, (3) individu atau anak didik pada dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif, dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya, (4) anak didik mempunyai motivasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


c. Asumsi guru
Asumsi guru bertolak dari: (a) bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar siswa, (b) memiliki kemampuan profesional sebagai pengajar, (c) mempunyai kode etik keguruan, (d) berperan sebagai sumber belajar, pemimpin belajar, dan fasilitator belajar sehingga memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa untuk belajar.
d. Asumsi proses pengajaran
Beberapa asumsi proses pengajaran antara lain adalah: (a) proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu sistem, (b) peristiwa belajar terjadi apabila siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru, (c) proses pengajaran akan lebih efektif apabila menggunakan metode dan tekhnik yang tepat dan berdaya guna, (d) pengajaran memberi tekanan kepada proses dan produk secara seimbang, (e) inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan siswa belajar secara optimal.
Implikasi dari perangkat asumsi di atas harus tampak dalam dua hal, yakni: (a) dalam program pendidikan yang diberikan kepada anak didik, bisa disebut dengan istilah kurukulum, dan (b) dalam pelaksanaan program pendidikan atau pengajaran ( proses belajar mengajar) sebagai wujud nyata atau operasionalisasi kurikulum.
Mengingat program pendidikan (kurikulum) telah dibuat dan telah ada sehingga guru dan aparat pendidikan lainnya tinggal menggunakannya, maka implikasi dari perangkat asumsi tersebut secara nyata dapat direalisasi dalam prises belajar mengajar. Bila mengkaji makna setiap asumsi tadi, maka tidak ada pilihan lain bahwa untuk merealisasi proses belajar mengajar, kita harus beralih kepada strategi belajar mengajar dengan menitik beratkan cara belajar siswa aktif (CBSA)











BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis serta pemecahan masalah yang ada dalam karya tulis ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan penerapan CBSA, siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapsitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat menggunakkan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya.
2. Dengan penerapan CBSA, guru diharapkan bekerja secara professional, mengajar secara sitematis berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna berhasil guna ( efisien dan efektif ).
3. Rasionalisasi Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pengajaran
Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa.
4. penerapan PKP dalam kegiatan pembelajaran didasarkan pada hal-hal berikut :
1.Percepatan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.Pengalaman intelektual, emosional dan fisik
3.Penanaman sikap dan nilai sebagai pengabdi pencarian abadi kebenaran ilmu.
5. Pengajaran harus mengoptimalkan kadar keaktifan siswa belajar atau CBSA dapat dikaji dari empat perangkat, yaitu aasumsi mengenai (a) pendidikan (b) anak didik, (c) guru, dan (d) proses pengajaran.
6. Dalam satuan pengajaran, pemikran CBSA tercermin dalam rumusan isi satuan pelajaran sebab satuan pelajaran pada hakikatnya adalah rencana atau proyeksi tindakan yang akan dilakukan oleh guru pada waktu belaj. Pendidikan adalah proses sosialisasi menuju kedewasaan intelektual, sosial, moral, sesuai dengan kemampuan dan martabatnya sebagai manusia. Atas dasar itu maka hakikat pendidikan: (1) adalah interaksi manusiawi, (2) membina dan mengembangkan potensi manusia, (3) berlangsung sepanjang hayat, (4) sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan individu, (5) ada dalam keseimbangan antara kebebasan subjek didik dengan kewibawaan guru, dan (6) meningkatkan kualitas hidup manusia.
B. KRITIK DAN SARAN
Kami sebagai penyaji merasa kurang puas denagan hasil maupun isi karya tulis ini, karena sumber dan literatur yang kami peroleh hanyalah dari buku dan media internet yang mana kami perlu menguras pola pikir kami untuk memahami maupun mempelajarinya, harapan kami sebelum ditentukannya pokok bahasan, oleh dosen terlebih dahulu disampaikan pokoknya agar pola pikir kami terbuka dengan harapan penerapan intelektual dan nalar yang kami kembangkan tidak menitikberatkan pada sumber yang ada dan tidak terpaku pada dogma-dogma yang ada tentang pembahasan ini.




























DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Hana. 1996. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Sabtu, 29 Agustus 2009

Antara kebimbangan dan kegagalan

Terkadang kebimbangan lah yg membawa kita kepada kegagalan. Namun sebenarnya kegagalan pula lah yg menyebabkan kebimbangan dalam diri kita untuk melakukan suatu hal maupun perbuatan. Oleh karena itu, berfikir dan cermatilah segala tindakan yang akan kita lakukan dalam mengambil keputusan dengan berani mengambil segala resiko dan beban yg akan kita pikul kelak.

Rabu, 24 Juni 2009

Pengalaman dan Kedewasaan

Berbgai pengalaman yang dimiliki oleh seseorang berbeda dngan orang lain. Hal tersebut tentu saja sangat mempengaruhi dalam pola tingkah laku tiap individu. Begitu juga dengan watak dan karakteristik seseorang.

Rabu, 10 Juni 2009

program pengolahan kata microsoft word

PROGRAM PENGOLAHAN KATA MICROSOFT WORD

A.Perangkat Lunak Program Microsoft Word
Program Microsoft word merupakan program pengolah kata ( word processing ) yang paling banyak pemakaiannya. Kegunaan program Microsoft word adalah untuk:
a.Surat menyurat
b. Percetakan
c.Dokumentasi naskah baik dengan dan atau tanpa table, gambar, diagram maupun grafik.

Microsoft word mempunyai banyak kelebihan, antara lain:
a.Pengoperasian dan manajemen filenya mudah dan sederhana.
b.Kualitas hasil pencetakannya bagus karena menggunakan modus WYSIWYG yaitu apa yang anda lihat dilayar sama persis dengan hasil cetakan yang akan anda peroleh.
c.Dengan menu insert anda dapat memasukkan / menggabungkan gambar atau obyek ke dalam naskah.
d.Tersedia berbagai macam ukuran, warna dan jenis huruf, sehingga memungkinkan naskah anda tampak rapi,.
e.Tersedia fasilitas format kolom seperti pada koran atau surat kabar.

B.Menjalankan Program Microsoft Word
Setelah menghidupkan computer hingga proses booting selesai, program Microsoft word dapat anda aktifkan dengan beberapa cara, yaitu:

Cara 1. pada desktop windows, double klik icon Ms. Word.
Cara 2. pada desk top windows klik Start – klik Program – klik Microsoft Office – klik Microsoft Word.
Cara 3. pada desk top windows klik kanan icon My Computer – klik pilihan Explorer, kemudian carilah directory C:\ - folder Program Files – Microsoft Office – klik icon Microsoft Word.

Untuk keluar atau menutup program Ms. Word tersebut dan kembali ketampilan desktop windows, lakukan salah satu cara berikut:

Cara 1. klik menubar File – klik pilihan Exit
Cara 2. klik icon Close disudut kanan atas
Cara 3. pada keyboard , klik tombol Alt + F4

C.Fungsi Menu dan Icon Microsoft Word

Microsoft word bekerja dengan menggunakan menu, yaitu kumpulan perintah yang terdapat pada jendela Microsoft Word. Fungsi menu ndan icon yang terdapat pada tampilan jendela Microsoft Word GB. 1 di atas berturut-turut adalah:




1. Baris Judul ( Title Bar )

Title Bar merupakan baris pertama dari lembar kerja Power Point yang berisi control menu, nama aplikasi Power Point, dan nama file / slide yang sedang aktif – dibuat / diedit serta tombol ukuran ( sizing buton )

2. Minimize, Restore, Maximize dan Close

Pada program Power Point dilengkapi dengan tombol-tombol Minimize, Restore, Maximize, dan Close. Fungsi-fungsinya adalah sebagai berikut:

a.Maximize
Tombol Maximize digunakan untuk mengembalikan jendela Power Point penuh layer. Setelah jendela kembali penuh layar, maka tombol ini akan berubah menjadi tombol Restore.

b.Minimize
Digunakan untuk menutup sementara Program Power Point, jendela ditutup dan dikirim ke taskbar menjadi sebuah ikon. Untuk membuka kembali Program Power Point tidak perlu diulangi kembali dari awal, tetapi cukup mengklik ikon yang dikirim ke taskbar tersebut.

c.Restore
Digunakan untuk mengembalikan jendela Program Power Point ke posisi dan ke ukuran semula. Dan tombol Restore ini akan berubah menjadi tombol Maximize.



d.Close
Tombol Close atau Alt + F4 digunakan untuk menutup jendela Program Power Point secara permanent jadi untuk masuk pada Program Power Point harus diulang dari awal.

3. Menu Pull Down
Untuk mengaktifkan menu tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara:

Cara 1. tekan tombol Alt + huruf awal menu yang akan diaktifkan.
Cara 2. dengan mouse, klik langsung menu yang akan diaktifkan.
Cara 3. tekan tombol F10 maka akan aktif menu File, kemudian dengan menggunakan tombol anak panah pindah ke kiri atau ke kanan ke tempat menu yang akan diaktifkan, tekan enter untuk mengaktifkan.

4. Toolbar Standart

5. Toolbar Formating

6. Toolbar picture

7. Toolbar Drawing

Jika Toolbar-toolbar di atas tidak muncul di jendela word, cara memunculkannya:
Klik view –klik toolbars – klik pilihan Standard, formatting, picture, dan drawing sesuai keinginan.




8. Lines Status
Baris status ini berguna untuk mengetahui dimana posisi kursor aktif anda.

D.Menampilkan dan Menyembunyikan Icon
1. Cara menyembunyikan Icon yang kurang kegunaannya adalah sebagai
Berikut:
Klik menubar Tools – klik pilihan customize
Klik icon pada salah satu toolbars yang menurut anda kurang kegunaannya.
Drag dan geser ke bawah hingga keluar dari baris toolbars, maka icon itu akan seketika hilang/ tersembunyi.

2. Cara menampilkan icon yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
Klik menubar Tools – klik pilihan Customize kemudian pada tampilan customize klik pilihan command.
Pada pilihan categories pilihlah insert.
Pada pilihan commands, carilah icon Equation Editor.
Drag icon equation editor ke atas ke baris toolbar atau ke baris menubar, dan lepaskan di tempat yang anda inginkan.

Seketika icon itu tampak pada toolbars/ menubar, dan untuk menggunakannya cukup dengan sekali klik.

unsur intrinsik

Unsur Intrinsik yang termuat dari Cerpen “Wajah Di Balik Jendela” adalah:

1.Tema : Gadis Misterius
2.Latat / Setting
Tempat : Kamar kos, ruang makan, kampus, dan taman
Suasana : Membingungkan, mendebarkan, mencekam, damai dan senang
Waktu : Malam, pagi, siang dan sore menjelang senja
3.Alur / Jalan Cerita : Campuran ( Maju-mundur )
4.Perwatakan
Abi : Protagonis
Alfi : protagonis
Dicky : protagonis
Ibu Kos : protagonis
Mbok Sumi : protagonis
Erma : protagonis.
5.Sudut pandang
Pengarang sebagai orang pertama
6.Amanat
Janganlah kita membeda-bedakan teman. Karena seorang Sahabat lebih berarti. Dan juga kita harus memikirkan sesuatu perbuatan sebelum melakukannya agar tidak menyesal dikemudian hari.
Unsur Ekstrinsik
Unsur Estetika
Kalimat Langsung
1.“mudah-mudahan si gadis misterius,” harapku sangsi.
2.“ngapain dia disini? Ada urusan apa dengan ibu kos?” tanyaku.
3.“masuk,” sahutku.
4.“kenapa dia tidak mengantar bubur ini sendiri bu?” selidikku lagi.
5.“Erma gadis yang baik lho, Bi.” Ibu kos berkata ramah.
6.“tapi, Bu saya tidak kenal sama gadis itu” kataku.
7.“jangan kecewakan Erma ya, Bi!” kata Ibu kos
8.“kesempatan itu datang juga,” pikirku.
9.“kamu kok jarang keluar rumah?” Tanyaku lagi.
10.“sore-sore begini tidak enak melamun,” kata Erma.
Kalimat Tidak Langsung
1.Aku berharap dengan sangsi bahwa yang kuharapkan itu mudah-mudahan si gadis misterius itu.
2.Aku bertanya dalam diriku, bahwa lagi ngapain dia disini dan dan ada urusan apa dengan ibu kos.
3.Aku menyahut untuk menyuruh masuk.
4.Aku menyelidiki lagi kenapa dia (Erma) tidak mengantar bubur ini sendiri.
5.Ibu kos berkata dengan ramah bahwa dia adalah anak yang baik.
6.Aku berkat kepada ibu kos bahwa aku tidak kenal dengan dia.
7.Ibu kos berkata kepada Abi agar dia tidak mengecewakan Erma.
8.Aku berpikir bahwa kesempatan itu datang juga.
9.Aku bertanya lagi kepada Erma kenapa dia jarang keluar rumah.
10.Erma berkata bahwa kalau sore-sore begini tidak enak melamun sendiri.































Unsur yang terkandung dalam “Anak Yang Berbakti Kepada Orangtua”

Unsur intrinsik

1.Tema : Pengorbanan seorang anak
2.Latar / setting
Suasana : sedih dan mengharukan.
Waktu : siang dan malam
Tempat : di rumah


3.Sudut pandang : pengarang sebagai orang pertama.
4.Penokohan / perwatakan :
Protagonis : Hayati, ibunya Hayati, dan Tono.
Antagonis : Ayahnya Hayati.
5.Amanat / pesan : “kita dalam menghadapi hidup hendaknya dengan semangat dan
penuh kesabaran, ketabahan, dan kita dianjurkan untuk berbakti kepada Orangtua, sekalipun Orangtua itu jahat kepada kita.”

Unsur Ekstrinsik

Unsur Estetika dan religius.

Kalimat langsung

1.“Nak hari ini kamu tidak usah bekerja ya nak, karena kamu tadi malam tidak tidur kan?” Tanya ibunya.
2.“Apa yang sedang ibu pikirkan?” Tanya Hayati.
3.“Hayati kamu harus sabar menghadapi segala cobaan ini karena aku yakin di balik cobaan ini masih ada kebahagiaan yang diberikan oleh yang kuasa.” Kata Tono.
4.“Hati-hati di jalan ya Ton!” kata Hayati.
5.“Kenapa ayah marah-marah, apa lagi yang ayah inginkan?” Tanya Hayati.
6.“aku tidak punya uang yah,” kata Hayati.
7.“Iya, Ton aku percaya itu.” Jawab Hayati.
8.“Aku mau minta uang, Ti?” jawab ayah.


Kalimat tidak langsung

1.Dia berkata pada ibunya, ibu kalau mau apa-apa panggil Hayati bu. Biar Hayati yang mengambilkannya.
2.Ayah berkata apa yang sedang kamu lakukan Hayati.
3.Ibunya bertanya apa yang terjadi dengan ibu nak.
4.Hayati mengatakan bahwa ibunya tadi pingsan.

puisi

Oleh: Sahibatul Fatmah dan Seri Astuti


WAJAH DI BALIK JENDELA

Aneh sudah seminggu lebih gadis itu tidak lagi kulihat di tempat biasanya, di jendela sebuah rumah mungil yang tepat berhadapan di jendela kamar kosku. Biasanya sore-sore begini dia sudah bertengger di sana. Termangu memandang senja. Kadangkala ia mengelus-elus seekor kucing putih. Atau memandangi kupu-kupu yang hinggap dari satu bunga ke bunga lain di taman rumahnya. Biasanya sehabis mandi sore aku sempatkan menengok gadis manis itu.
Jendela kamar kosku dan kamarnya hanya dibatasi seruas jalan aspal yang jarang dilewati kendaraan. Sekali-sekali kulemparkan senyum ke arahnya. Sekedar mencoba keberanian. Dia bukan gadis sombong, itu kesimpulanku. Buktinya dia selalu membalas senyumku dengan senyumannya yang sangat menawan. Saying, Cuma itu yang bisa dikenang untuk sementara ini.
Sebenarnya sampai saat ini aku tidak pernah tahu siapa namanya, asal-usulnya, keluarganya, atau segala sesuatu tentang gadis itu. Aku tidak berusaha mencari info lebih banyak, pada ibu kos misalnya. Atau pada tetangga sekitar rumah. Tapi aku merasa sudah kenal akrab dengan gadis manis itu walau hanya lewat senyuman. Ya, senyum manis yang biasa kunikmati di sore hari. Bukan teh atau secangkir kopi yang lazim dinikmati orang lain sewaktu santai di beranda rumahnya sore-sore.
Sekarang jendela itu tertutup rapat. Tidak lagi kujumpai si gadis manis, gadis misterius itu. Heran, sudah beberapa hari ini benakku bertanya-tanya. Kemana gadis itu? Sakitkah? Pindah kamar? Atau sudah bosan memandang senja? Entahlah. Yang pasti sekarang aku jadi kangen pada senyum menawannya. Kemaren malam sebelum berangkat tidur, kusempatkan lagi menengok jendela itu. Tetap sama. Jendela itu masih tertutup rapat. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Sekelilingnya gelap gulita. Aneh, aku jadi ingat obrolan dengan Alfi di kantin kampus beberapa hari lalu. “itulah namanya cinta, Bi,”kata Alfi sok bijak.
“Gadis itu sudah memberi kesan yang dalam buatmu, anak muda. Terimalah kenyataan bahwa hatimu sedang dipermainkan oleh seorang gadis. Makhluk yang selalu ada di jendela kamarnya sore-sore, ha . .. ha . . .”semburan teh es dari sedotan teh es dari sedotanku setidaknya mampu menghentikan tawa ngakak Alfi waktu itu. “tidak ini bukan cinta Fi.” Malamnya kubahas lagi masalahku bersama Alfi. Kebetulan aku menginap di rumahnya. Ada tugas sekolah yang tidak bisa kuselesaikan. Alfi adalah tempat yang cukup bagus untuk dimintai pertolongan. Alfi tidak mempedulikan omonganku. Dia terlalu asyik dengan program game di kompoternya. Tapi terus saja mulutku bercerita. “aku merasa gadis itu punya pesona yang membuatku sampai kayak gini.”
Alfi berpaling padaku. “mungkin itu Cuma pikiran kamu saja, Bi. Kamu merasa begitu karena saat itu kamu tidak punya cewek. Aya, kan?!” seakan tanpa dosa Alfi memojokkanku. Kemudian tangan kanannya menekan tombol power, mematikan computer. “bayangkan, bahkan nama gadis itupun kamu tidak tahu. Bodoh, kan?!” Alfi langsung melempar badannya ke ranjang.
Aku masih diam di kursi, pikiranku menerawang, teringat pada Ervi gadis manis di Barabai yang setia menungguku pulang. Aku memang tidak pernah bercerita tentang Ervi pada siapapun di sini. Ah, aku jadi sentimental dan mereka-reka, sedang apa dia malam ini.
Minggu pagi. Setelah meminjam sepeda milik Dicky, anak ibu kos, aku berkeliling kompleks perumahan. Aku jadi tertawa geli mengingat obrolan dengan ibu kos sebelum berangkat tadi. Dia heran melihat perubahan drastic pada diriku. “tumben-tumbennya hari Minggu pagi sudah bangun,” katanya. Malah mau berolahraga lagi. Satu hal yang teramat jarang kulakukan sebelumnya. Biasanya hari libur, selalu kuhabiskan dengan tidur nyenyak sampai siang hari. Ibu kos tidak tahu bahwa tujuanku pagi ini adalah melihat-lihat keadaan rumah gadis misterius itu.
Setelah berputar-putar keliling kompleks, kuputuskan untuk beristirahat di taman. Duduk di salah satu bangku kayu. Kuamati suasana sekitarku. Banyak orang yang berolahraga di tempat itu,. Ada yang senam pagi, olahraga ringan, atau sekedar berjalan-jalan. Jam besar di tengah taman menunjukkan pukul tujuh lewat beberapa menit. “masih banyak waktu,” pikirku.
Dari bangku ini, bagian depan rumah gadis itu tampak kelihatan jelas. Hanya beberapa puluh meter dari tempatku duduk. Sebuah rumah besar berpagar putih. Aneka bunga memenuhi halamannya. Asri sekali dipandang dari tempat ini. Sebuah sedan hitam diparkir di luar garasi. Sedikit lega htiku. Berarti masih ada kehidupan di dalam rumah itu. Tiba-tiba kulihat pintu terkuak. Darahku berdesir pelan. Penasaran ingin melihat siapa yang keluar dari rumah itu. “mudah-mudahan si gadis misterius,” harapku sangsi.
Ah, ternyata seorang ibu tua. Dari potongan tubuhnya, barangkali dia pembantu rumh itu. Atau, bisa jadi nenek si gadis itu. Entahlah, tapi kenap pndangan ibu tua it uterus memperhatikan ke arah taman ini? Aku kikuk dibuatnya. Jangan-jangan ibu tua itu tahu dan merasa curiga sedang kuperhatikan. Pura-pura aku menyibukkan diri, seolah sedang memperbaiki sepeda.
Lega rasanya ketika ibu tua itu tidak lagi berdiri di beranda. Akhirnya kuputuskan untuk pulang ke tempat kos. Setidaknya bersepeda pagi ini membawa hasil juga. “rumah itu ternyata masih berpenghuni,” pikirku. Meski, gadis misterius itu tidak kulihat disana.
Minggu siang jika tidak ada aktivitas, selalu kuhabiskan dengan mengurung diri di kamar. Membolak-balik Koran dan majalah yang itu-itu saja. Atau mendengarkan lagu di radio. Maklum, sebagai anak kos aku harus bisa menggunakan uang kiriman orang tua seirit mungkin. Beruntung kalau kebetulan ada teman-teman datang dan mengajak pergi keluar. Tapi, Minggu ini tak satupun batang hidung teman-teman yang tampak. Sesudah mandi dan bersih-bersih kamar aku menuju meja makan. Rasa lapar sudah tak bisa di ajak berunding. Ibu kos memang tipikal ibu rumah tangga yangpintar masak. Aku selalu betah makan di rumah ini. Sekalian menghemat uang.
Sambil menikmati hidangan di meja makan, kupingku mendengar percakapan ibu kos dengan seorang tamunya. Kedengarannya akrab sekali mereka mengobrol.iseng-iseng sambil mengambil air minumdari kulkas, kuintip keadaan di ruang tamu. Hamper saja aku tersedak melihat tamu ibu kos. Ibu tua itu ada di sana. Ibu tua yang memperhatikanku di taman pagi tadi. Ibu tua yang tinggal di rumah gadis misterius itu. “ngapain dia disini? Ada urusan apa dengan ibu kos?” selera makanku surut. Nasi di piring yang tinggal sedikit tak lagi kuhiraukan. Aku jadi diliputi penasaran. Setelah merapikan meja makan dan menyeduh kopi susu, kutinggalkan ruang makan. Dari kamar tidur,ku, obrolan mereka tidak terdengar lagi. Ku setel radio ku, lagu yang kusukai mengalun. Cukup lama lamunanku melayang ketika tiba-tiba pintu kamar diketuk. “masuk,” sahutku.
Rupanya ibu kos, dia tersenyum ramah. Tangan kanannya membawa sebuah rantang, meletakkannya di mejaku sambil berkata, “ini bubur kacang hijau buatmu. Dari Erma, gadis tetangga di depan rumah. Barusan, mbok Sumi, pembantunya mengantar kemari.”
Aku bengong, “namanya Erma,” kataku dalam hati. Akhirnya kudapat juga namanya, nama yang bagus. Dan, ibu tua itu ternyata pembantunya.
“tapi, bu. Saya tidak kenal sama gadis itu.,” aku pura-pura mengelak. Ibu kos tersenyum lagi. Pandangannya lalu menatap keluar jendela. Memperhatikan jendela kamar Erma. Aku jadi malu, ibu kos pasti tahu aku berbohong. “Erma gadis yang baik lho, Bi.” Ibu kos berkata ramah sambil membersihkan debu-debu yang melekat di jendela.
“kenapa dia tidak mengantar bubur ini sendiri, bu?” selidikku lagi. Ibu kos lama terdiam. Kuperhatikan roman wajahnya. Ada perubahan kecil di sana. Tak lama kemudian, ibu kos keluar kamar.dia berbalik menatapku, “jangan kecewakan Erma ya, Bi.” Begitu saja. Lalu pintu kamar ditutup. Aku melongo. Apa maksud kalimat barusan? Jangan kecewakan Erma? Memangnya ada apa antara aku dan dia? Kenapa jadi begini?
Senin siang, sebenarnya masih ada mata kuliah di kampus. Tapi rasa letih lebih dominant di tubuhku. Sepanjang perjalanan pulang, kubayangkan bisa tidur pulas di kamar. Dari gerbang masuk kompleks perumahan kulanjutkan dengan berjalan kaki. Kutolak halus beberapa tawaran tukang becak. Jarak gerbang perumahan dengan tempat kosku tidak terlalu jauh. Mendadak sebuah benda melayang jatuh di dekatku, kuamati benda itu. Sebuah potongan apel. Siapa yang iseng siang-siang begini? Pandanganku beredar mencari sumber datangnya apel tadi. Sepi, tiba-tiba terdengar tawa tertahan dari arah jendela itu. Kudongakkan kepala, gadis itu di sana lagi. Gadis misterius yang membuatku penasaran. Dia sedang menertawaiku. Aku tersenyum dipaksakan ada rasa malu, senang, juga gerutu dalam hati. Timbul nyaliku untuk mengobrol dengan gadis, kudekati jendelanya.
“terima kasih ya, atas pemberian bubur kacang hijau kemaren. Rasanya enak.” Kalimat dadakan yang tak sempat diprogram sebelumnya mengalir dari mulutku. Dia membalas dengan senyumnya. Aku merasa di atas angin, “kesempatan itu datang juga,” pikirku. “kamu kok, jarang keluar rumah?” tanyaku lagi. Tiba-tiba mendung menggayut di wajahnya. Ah, apa aku salah ngomong? Rasanya tidak, kucoba lagi meneruskan percakapan dengan si gadis misterius. Imana kalau nanti sore kita bertemu. Di taman saja ya?! Jangan di tempat lain, uang kirimanku belum datang.” Kataku dengan nada bergurau.
Dia tersenyum lagi, manis sekali. “Oke, nanti sore di taman. Tapi jangan kaget melihatku ya?” lalu gadis itu menghilang dari jendela. Dibiarkannya aku yang terbengong-bengong sendirian.
Pukul setengah lima sore, cuaca teduh. Semilir angina berhembus sepoi-sepoi. Aku duduk santai di bangku taman. Hanya beberapa orang di taman ini. Kebanyakan anak kecil yang sedang dimomong baby sitter. Kemana Erma?
“Sore-sore begini tidak enak melamun.” Mendadak sebuah suara dari arah belakang mengejutkanku. Betapa lebih kaget lagi ketika kulihat kebelakang. Kedua tangan Erma susah payah mendorong kursi roda, berusaha mendekat ke arahku. Beberapa saat lamanya aku termangu. Tidak pernah terpikir sebelumnya bahwa Erma, gadis mesterius itu, adalah seorang gadis cacat. “Bantu aku, dong. Jangan bengong begitu!”
Buru-buru kusingkirkan gugup dimukaku. Kubantu mendorong kursi roda Erma. Dia tersenyum ramah, mengucapkan terima kasih. Kini kami sudah duduk bersebelahan, aku tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana.
“aku tahu apa yang ada dipikiranmu, sama seperti yang lainnya. Pertanyaan klise, kenapa aku bisa ada di kursi roda ini ya, kan?!”katanya tiba-tiba. Matanya tajam menyelidik ke arahku, aku diam saja. Memang ada benarnya ucapan Erma barusan.
“Tidak usah cerita masa lalu, kalau itu sampai mengganggu batinmu,” jawabku pelan. Dia tersenyum lagi. Senyum manis yang biasanya hanya kulihat lewat jendela kamar, sekarang ada beberapa puluh senti saja dihadapanku.
“Tidak apa-apa, aku sudah biasa menghadapi situasi begini. Dua tahun lalu, aku sudah diizinkan membawa mobil sendiri. Waktu itu aku baru kuliah semester pertama. Setelah bergaul sana-sini, akhirnya aku tercebur dalam dunia yang tidak pernah ada dalam benakku sebelumnya . . . “ cerita masa lalu Erma terpotong beberapa saat. Dia kegirangan melihat sepasang kupu-kupu yang terbang di atas kembang sepatu di taman ini. “sampai akhirnya, aku mengalami kecelakaan. Pulang pesta larut malam, aku ngantuk berat. Di jalan aku tidak konsen lagi bawa mobil. Sadar-sadar aku sudah ada di rumah sakit. Kata orangtuaku, mobilku hancur menabrak pohon pemisah jalur. Hasilnya? Ya, seperti yang kamu lihat saat ini.” Biasa saja Erma bercerita tentang masa lalunya. Tak ada kesan sedih dalam suaranya. Aku jadi bertanya dalam hati, ada diurutan berapakah aku, dari sekian banyak orang yang sudah mendengar cerita Erma tentang dirinya.
“Bagaimana kuliahmu selanjutnya?” tanyaku. “setelah kejadian itu, aku menghabiskan waktu di rumah saja. Kuliah berhenti total. Teman-teman yang dulu dekat denganku, mulai menjauh. Pada saat-saat seperti itulah kita jadi bisa menilai seberapa besar persahabatan bagi seseorang.” Aku melengos malu. Kalimat Erma seperti ditujukan pada diriku juga. Memang dalam pergaulan selama ini, aku memilih teman hanya berpatokan pada beberapa alasan. Kebanyakan yang lebih menguntungkan pada diriku sendiri saja.
Beberapa lama kami terdiam, hanya sesekali obrolan ringan keluar dari mulut kami. “Abi . . .” kalimat Erma menggantung. Sepertinya dia sedang menimbang-nimbang sesuatu untuk diucapkan. Mmmm, barangkali kamu juga sama seperti mereka yang lain. Setelah melihat keadaanku seperti ini, seolah tidak lagi mengenal yang namanya Erma. Tapi, tidak apa-apa kok. Aku sudah terbiasa diperlakukan seperti ini.” Aku tidak sama seperti teman-temanmu yang lain. Kali ini kamu mesti percaya sama aku dan kita bersahabat,detik ini juga.
Dengan bersemangat aku bangkit dari bangku taman,langsung menuju kursi roda Erma. Dan mendorong perlahan-lahan mengelilingi taman sambil berbincang-bincang. Setidaknya,ada sedikit perubahan yang harus kumulai setelah mengenal Erma.
Kulihat senyum tersungging dibibirnya.Lebih manis senyum-senyum sebelumnya. Aku merasa beruntung sekali,dapat menjadi teman Erma. Seorang teman yang tidak menilai untung rugi dalam bersahabat.

Selasa, 26 Mei 2009

perkembangan IQ, EQ, dan SQ

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari kita tidak dapat lepas dari interaksi sosial, oleh karena itu kita harus dapat menyikapi hal tersebut dengan tindakan-tindakan positif. Manusia sebagai peserta didik sudah seharusnya ditempatkan sebagai suatu pribadi yang utuh, yakni manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan sosial yang memiliki tingkat IQ, EQ dan SQ yang berbeda antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Serta sebagai makhluk Tuhan yang harus menempatkan hidupnya di dunia sebagai persiapan kehidupan akherat, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Pendidikan yang berhubungan dengan tingkat IQ, EQ, dan SQ seseorang adalah suatu upaya dalam membentuk suatu lingkungan untuk seseorang yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawa perubahan yang diinginkan ke arah yang lebih baik dalam kebiasaan dan sikapnya.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah definisi tentang IQ, EQ dan SQ tersebut dan hal-hal yang mempengaruhi dari perkembangan IQ, EQ dan SQ tersebut.
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam tingkat perkembangan IQ, EQ dan SQ seseorang tersebut.
3. Bagaimana hubungan IQ, EQ dan SQ dalam kehidupan sehari-hari yang sangat penting dalam berinteraksi secara sehat dalam lingkungan sosial.
4. Hal-hal apa saja yang dapat kita ambil dari pembelajaran tentang IQ, EQ dan SQ ini dalam bersikap, berfikir serta mengambil sikap untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.


BAB II
PERKEMBANGAN IQ, EQ, DAN SQ

A PENGERTIAN IQ
Intellegensi adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara logis, terarah, serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif (Marten Pali, 1993). Kecerdasan intelektual adalah kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio. Ia merupakan kecerdasan untuk menerima, menyimpan dan mengolah infomasi menjadi fakta.
Konsep intellegensi yang awalnya dirintis oleh Alfred Bined 1964, mempercayai bahwa kecerdasan itu bersifat tunggal dan dapat diukur dalam satu angka.
1. Pengukuran klasifikasi IQ :
a. Very Superior : 130 –
b. Superior : 120 – 129
c. Brght normal : 110 – 119
d. Average : 90 – 109
e. Dull Normal : 80 – 89
f. Borderline : 70 – 79
g. Mental Defective : 69 and bellow
2. Ciri khas IQ (Intelligence Quotient) :
a. Logis
b. Rasional
c. Linier
d. Sistematis
3. IQ menjadi pendidikan rasional dalam kepribadian manusia
Dengan memiliki IQ yang baik dan terstandar maka masing-masing individu memiliki kemantapan pemahaman tentang potensi diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk peranannya sebagai pelaksana / pelaku profesi. Dulu orang mengira bahwa kecerdasan seseorang itu bersifat tunggal, yaitu dalam satuan IQ (intelligence quotient) seperti selama ini kita kenal. Dampak negative atas persepsi ini adalah individu yang rendah kecerdasan “akademik tradisionalnya”, yakni matematik dan verbal (kata-kata), seakan tidak dihargai di hadapan masyarakat luas. Kini tradisi yang telah berlangsung hampir seabad tersebut, telah dibongkar dan terkuaklah bahwa kecerdasan manusia itu banyak rumpunnya. Kercerdasan itu multidimensional, banyak cabangnya. Jadi tidak ada manusia yang bodoh, setiap manusia punya rumpun kecerdasan.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan (IQ) :
a. Pembawaan ; kapasitas / batas kesanggupan.
b. Kematangan ; telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya,
c. Pembentukan ; pengaruh dari luar.
d. Minat.
e. Kebebasan ; terutama dalam memecahkan masalah.
Pendapat pribadi yang mungkin subjektif sifatnya, juga merupakan imbauan. Tidak penting kecerdasan hanya dikejar, dimiliki dan menjadi sukses menurut parameter material yang sempit. Juga tidak begitu penting kecerdasan mana yang lebih berkontribusi terhadap prestasi maupun prestise. Kecerdasan akan terlihat dan bermanfaat apabila dipraktikkan secara optimal dengan penuh penguasaan diri dan rasa syukur, nyata di dalam masyarakat, berlangsung bagi hajat hidup orang banyak tanpa terikat pada batasan-batasan tak logis, yang justru membuat orang tampak tidak cerdas. Mari mencerdaskan bangsa dan menciptakan perdamaian di bumi.

B. PENGERTIAN EQ
EQ (Emotional Quotient) / kecerdasan emosi : Emosi adalah letupan perasaan seseorang. EQ juga dapat didefinisikan sebagai berikut :
• Kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri, perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, mengelola emosi dengan baik, dan berhubungan dengan orang lain (Daniel Goldman).
• Kemampuan mengerti dan mengendalikan emosi (Peter Salovelly dan John Mayer).
• Kemampuan mengindra, memahami dan dengan efektif menerapkan kekuatan, ketajaman, emosi sebagai sumber energi, informasi, dan pengaruh (Cooper dan Sawaf).
• Bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan adaptasi sosial (Seagel).
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang disebut terakhir akan menyaring dan memilah informasi yang didapat dari panca indra. Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Lain tidak karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat . Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri.
Para pakar memberikan definisi beragam pada EQ, diantaranya adalah kemampuan untuk menyikapi pengetahuan-pengetahuan emosional dalam bentuk menerima, memahami, dan mengelolanya. Menurut definisi ini, EQ mempunyai empat dimensi berikut :
1. Mengenal, menerima dan mengekspresikan emosi (kefasihan emosional) caranya mampu membedakan emosi orang lain, bentuk dan tulisan, baik melalui suara, ekspresi wajah dan tingkah laku.
2. Menyertakan emosi dalam kerja-kerja intelektual. Caranya perubahan emosi bisa mengubah sikap optimis menjadi pesimis. Terkadang emosi mendorong manusia untuk menerima pandangan dan pendapat yang beragam.
3. Memahami dan menganalisa emosi. Mampu mengetahui perubahan dari satu emosi ke emosi lain seperti berubahannya dari emosi marah menjadi rela atau lega.
4. Mengelola emosi
Mampu mengelola emosi sendiri atau orang lain dengan cara meringankan emosi negatif dan memperkuat emosi positif. Hal ini dilakukan dengan tanpa menyembunyikan informasi yang disampaikan oleh emosi-emosi ini dan tidak berlebihan.
Pada saat kita mendefinisikan kecerdasan emosional, sebenarnya kita sedang membicarakan potensi kecerdasan emosional yang oleh cendikiawan Muslim kuno disebut “kekuatan”. Artinya, kita sedang membicarakan potensi kecerdasan. Potensi memerlukan kesempatan untuk ditampakkan dan dikuatkan secara nyata. Sejak dilahirkan, manusia mempunyai kemampuan menulis dan membaca dengan kekuatan. Hanya saja, setelah ia belajar maka ia benar-benar bisa menulis dan membaca secara nyata misalnya, terkadang kita suka berbicara tentang kecerdasan bayi yang sedang menyusu, pada hal ia sendiri belum bisa menulis, membaca, atau mengikuti ujian kecerdasan. Kecerdasan sang bayi belum tampak karena ia belum diberikan kesempatan untuk mengembangangkan kecerdasan yang memungkinkan kita untuk menilainya.
Kecerdasan emosional bawaan bisa berkembang atau rusak, hal ini tergantung pada pengaruh yang diperoleh anak di masa kecil atau remaja. Pengaruh ini bisa datang dari orang tua, keluarga atau sekolah. Anak melalui hidupnya dengan potensi yang baik untuk perkembangan emosinya, hanya saja pengalaman emosi yang dialaminya di lingkungan anarkhis atau tidak bersahabat menyebabkan grafik perkembangan EQ nya menurun. Sebaliknya, bisa saja seorang anak mempunyai EQ bawaan yang rendah, namun EQ nya ini bisa berkembang dengan baik, jika ia di didik dengan baik melalui pengalaman-pengalaman emosional yang ramah dan bersahabat. Perilaku emosi cerdas yang diperlihatkan lingkungnya menyebabkan grafik EQ nya menjadi tinggi. Perlu kita ingatkan disini bahwa merusak EQ anak adalah lebih mudah dari pada mengembangankannya karena menghancurkannya selamanya lebih mudah dari pada membangun.
Kiat membagi kecerdasan emosional bawaan menjadi empat bagian yang saling mempengaruhi, yaitu :
1. Perasaan emosi
2. Mencari emosi
3. Proses emosi
4. Kemampuan untuk belajar emosi.
Salah satu pakar yang menyakini hal ini adalah (David Wechsler, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional). Seorang penguji kecerdasan, Menurutnya kecerdasan adalah kemampuan sempurna seseorang untuk berprilaku terarah, berpikir logis, dan berinteraksi secara baik dengan lingkungannya. Sebagian pakar mendefenisikan kecerdasan emosional sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang lain, dan juga kemampuannya ini diungkapnya untuk mengarahkan pola pikir dan perilakunya. ( Salovey dan Mayer, 1990 ).
Diantara dimensi EQ yang mempunyai ikatan serta dengan keberhasilan dalam berdagang dan berkerja adalah kemampuan manusia dalam berintegrasi dengan perasaan dan emosinya, serta kemampuan beradaptasi dengan kesulitan dan kerumitan masalah yang dihadapinya. Diantara para orang tua yang gagal mengajarakan kecerdasan emosional kepada anak-anak sebagi berikut :
1. Orang tua yang mengabaikan yang tidak menghiraukan menganggap sepi, atau pun meremehkan emosi-emosi negatif anak.
2. Orang tua yang tidak menyetujui, yang bersifat kritis terhadap ungkapan perasaan-perasaan negatif anak dan barang kali memarahi atau menghukum mereka karena mengungkapkan emosinya.
3. Orang tua laissez-faire, yang menerima emosi anak dan berempati dengan mereka, tetap tidak memberikan bimbingan atau menentukan batas-batas pada tingkah laku anak tersebut.
Sebagai orang tua yang tidak menyetujui, barang kali memarahi karena menolak bekerja sama, dengan menyatakan kepadanya bahwa ia sudah bosan dengan tingkah lakunya yang bandel itu, dan mengancam untuk memukulnya. Maka dari itu pelatihan emosi tidaklah berarti bahwa semua pertengkaran jiwa. Konflik adalah fakta kehidupan rumah tangga. Namun, setelah mulai menggunakan pelatihan emosi, barang kali akan merasakan diri sendiri semakin akrab dengan anak-anak. Bila keluarga memiliki keakraban dan rasa hormat yang mendalam, masalah antara anggota keluarga tampaknya akan lebih mudah ditangung.
1. Aspek EQ (Salovely dan Goldman)
a. Kemampuan mengenal diri (kesadaran diri).
b. Kemampuan mengelola emosi (penguasaan diri).
c. Kemampuan memotivasi diri.
d. Kemampuan mengendalikan emosi orang lain.
e. Kemampuan berhubungan dengan orang lain (empati).
2. Perilaku cerdas emosi
a. Menghargai emosi negative orang lain.
b. Sabar menghadapi emosi negative orang lain.
c. Sadar dan menghargai emosi diri sendiri.
d. Emosi negative untuk membina hubungan.
e. Peka terhadap emosi orang lain.
f. Tidak bingung menghadapi emosi orang lain.
g. Tidak menganggap lucu emosi orang lain.
h. Tidak memaksa apa yang harus dirasakan.
i. Tidak harus membereskan emosi orang lain.
j. Saat emosional adalah saat mendengatkan
3. EQ tinggi adalah :
a. Berempati.
b. Mengungkapkan dan memahami perasaan.
c. Mengendalikan amarah.
d. Kemandirian.
e. Kemampuan menyesuaikan diri.
f. Disukai.
g. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi.
h. Ketekunan.
i. Kesetiakawanan.
j. Keramahan.
k. Sikap hormat.
Emotional Quotient (EQ) mempunyai peranan penting dalam meraih kesuksesan pribadi dan profesional. EQ dianggap sebagai persyaratan bagi kesuksesan pribadi. Alasan utamanya adalah masyarakat percaya bahwa emosi-emosi sebagai masalah pribadi dan tidak memiliki tempat di luar inti batin seseorang juga batas-batas keluarga. Penting bahwa kita perlu memahami apa yang diperlukan untuk membantu kita membangun kehidupan yang positif dan memuaskan, karena ini akan mendorong mencapai tujuan-tujuan profesional kita. Dr. Daniel Goleman memberikan satu asumsi betapa pentingnya peran EQ dalam kesuksesan pribadi dan profesional :
a. 90% prestasi kerja ditentukan oleh EQ.
b. Pengetahuan dan teknis hanya berkontribusi 4%.
Dari banyak penelitian didapatkan hasil atau pendapat bahwa individu yang mempunyai IQ tinggi menunjukkan kinerja buruk dalam pekerjaan, sementara yang ber-IQ rendah justru sangat perprestasi. Hal ini dikarenakan individu yang mempunyai IQ tinggi seringkali memiliki sifat-sifat menyesatkan sebagai berikut :
a. Yakin tahu semua hal.
b. Sering menggunakan fikiran untuk menalar bukan untuk merasakan.
c. Meyakini bahwa IQ lebih penting dari EQ.
d. Sering membuat prioritas-prioritas yang merusak kesehatan kita sendiri.
Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaan. Selain itu EQ membuat Anda mudah bersosialisasi, mampu membuat keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen. Makanya, orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih baik.
Dengan EQ, Anda sekaligus mampu mengakui kesalahan dan kelemahan diri serta bertanggung jawab terhadap kesalahan yang Anda perbuat. Dengan kata lain, EQ mampu mengatasi berbagai konflik yang Anda alami. EQ menjadikan Anda pribadi yang menyenangkan, cerdas, dan intelektual dengan hal sebagai berikut :
• Pahami diri Anda sendiri.
Ketahuilah tingkat emosi Anda, apakah Anda termasuk orang yang sangat emosional atau biasa-biasa saja. Sadari apa yang membuat Anda marah, menangis, sedih, gembira dan bahagia. Semakin dalam Anda mengenal pribadi Anda, semakin mudah juga memahami emosi orang lain. Dengan demikian, semakin baik pula tingkat EQ Anda.
• Percaya diri.
• Sikap percaya diri merupakan salah satu modal kesuksesan Anda. Kalau Anda yakin dengan kata hati dan kemampuan Anda, akan memudahkan Anda dalam mengeluarkan pendapat dan mengambil keputusan. Tanpa perlu bergantung pada orang lain, Anda bisa mengambil keputusan yang paling tepat dalam hidup Anda. Memang, Anda tetap membutuhkan bantuan orang lain dalam segala hal, tetapi membangun kepercayaan diri terhadap kemampuan Anda, dapat melatih dalam pencapaian tingkat EQ yang ideal.
• Sadari kelemahan Anda.
Menyadari kekurangan dan kelemahan diri sendiri adalah sikap positif yang dapat melatih emosi Anda. Tetapi, menyadari kelemahan dan kekurangan diri tanpa berusaha merubahnya tentu bukan sikap yang bijaksana. Buatlah komitmen pada diri Anda bahwa Anda pasti bisa merubah kelemahan dan kekurangan diri Anda selama ini.
• Miliki rasa emphaty.
Kalau Anda merasa nyaman dan percaya diri dengan kondisi diri Anda sendiri, berarti Anda sudah mencapai fase pengembangan EQ yang nyaris ideal. Anda sudah bisa menerima dan mendengarkan pendapat orang lain, sekaligus memahami kekurangan dan kelemahan orang lain. Semakin besar pengertian Anda pada orang lain semakin besar pula kesempatan Anda mendapatkan pertolongan di lain hari.
Jika Anda mengasah kemampuan EQ Anda dengan baik, Anda akan menjadi orang yang kompeten secara emosional! Dalam arti mampu bersikap mandiri (independent) tetapi juga menghargai prinsip saling ketergantungan (interdependent). Dan hanya orang yang mandiri dan menghargai keberadaan orang lain-lah yang akan menjadi manusia efektif dan sukses dalam karir dan kehidupan.
C. PENGERTIAN SQ
Spiritual adalah inti dari pusat diri sendiri. Kecerdasan spiritual adalah sumber yang mengilhami, menyemangati dan mengikat diri seseorang kepada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu (Agus N. Germanto,2001).
Kecerdasan spiritual sering disebut SQ (Spiritual Quotient) penemunya (Danah Zohar dan Marshall, London, 2000) cenderung diperlukan bagi setiap hamba Tuhan untuk dapat berhubungan dengan Tuhannya. Melibatkan kemampuan, menghidupkan kebenaran yang paling dalam; artinya mewujudkan hal yang terbaik, untuk dan paling manusiawi dalam batin. Gagasan, energi, nilai, visi, dorongan, dan arah panggilan hidup, mengalir dari dalam dari suatu keadaan kesadaran yang hidup bersama cinta.
Paul Edwar ; “SQ” adalah bukti ilmiah, Ini adalah benar ketika anda merasakan keamanan, kedamaian, penuh cinta, dan bahagia. Ketika dibedakan dengan suatu kondisi dimana anda merasakan ketidak amanan, ketidak bahagian, dan ketidak cintaan.
Victor Frank (Psikolog) ; Pencarian manusia akan makna hidup merupakan motivasi utamanya dalam hidup ini. Kearifan spiritual; adalah sikap hidup arif dan bijak secara spiritual, yang cenderung lebih bermakna dan bijak, bisa menyikapi segala sesuatu secara lebih jernih dan benar sesuai hati nurani kita, kecerdasan spiritual “SQ”.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain.
1.Ciri-ciri SQ tinggi
Menurut Dimitri Mahayana (Agus Nggermanto, 2001), ciri-ciri orang yang ber-SQ tinggi adalah :
a. Memiliki prinsip dan visi yang kuat.
Prinsip adalah suatu kebenaran yang hakiki dan fundamental berlaku secara universal bagi seluruh umat. Prinsip merupakan pedoman berperilaku, yang berupa nilai-nilai yang permanen dan mendasar. Ada 3 prinsip utama bagi orang yang tinggi spiritualnya, yakni :
1. Prinsip kebenaran
Suatu yang paling nyata dalam kehidupan ini adalah kebenaran. Sesuatu yang tidak benar tunggulah saatnya nanti pasti akan sirna.
Contoh :
Hukum alamiah, jika kita menyemai benih pada tempat yang salah, waktunya tidak tepat, pengairannya keliru, pemupukannya salah, maka apa yang terjadi ? Benih membusuk dan sirna. Pelanggaran atas nilai kebenaran membuat kita kehilangan jati diri, hati nurani yang tidak jernih.
2. Prinsip Keadilan
Bagaimana keadilan itu ? Keadilan adalah memberikan sesuatu sesuai dengan hak yang seharusnya diterima, tidak mengabaikan, tidak mengurang-ngurangi.
3. Prinsp Kebaikan
Kebaikan adalah memberikan sesuatu lebih dari hak yang seharusnya.
Contoh : ketika kita naik becak membayar Rp. 5.000,00 sesuai kesepakatan. Tetapi kita lebihkan membayar Rp. 6.000,00, inilah yang disebut kebaikan.
b. Visi yang kuat
Setelah prinsip, kita harus mempunyai visi. Visi adalah cara pandang bagaimana memandang sesuatu dengan visi yang benar. Dengan visi kita bisa melihat bagaimana sesuatu dengan apa adanya, jernih dari sumber cahaya kebenaran. Contoh : Belajar itu tidak sekedar mencari angka raport, ijazah atau bisa mencari kerja yang bergaji pantas.
c. Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman
Para siswa menuntut suasana belajar yang menyenangkan. Guru menginginkan semangat dan hasil belajar yang optimal. Semua pihak berbeda tetapi sama-sama menginginkan kebaikan.
d. Mampu memaknai setiap sisi kehidupan
Semua yang terjadi di alam raya ini ada maknanya. Semua kejadian pada diri kita dan lingkungan ada hikmahnya, semua diciptakan ada tujuannya. Dalam sakit, gagal, jatuh, kekurangan dan penderitaan lainnya banyak pelajaran yang mempertajam kecerdasan spiritual kita. Demikian juga ketika berhasil kita bersyukur dan tidak lupa diri.
e. Mampu bertahan dalam kesulitan dan penderitaan
Sejarah telah membuktikan, semua orang besar atau orang sukses telah melewati liku-liku dan ujian yang besar juga. Contoh : Thomas Edison menjadi sukses dan cemerlang dengan berbagai termuannya setelah melalui caci maki dan kegagalan-kegagalan.
J.J. Reuseu menjelaskan jika tubuh banyak berada dalam kemudahan dan kesenangan, maka aspek jiwa akan rusak. Orang yang tidak pernah mengalami kesulitan atau sakit, jiwanya tidak pernah tersentuh. Penderitaan dan kesulitanlah yang menumbuhkan dan mengembangkan dimensi spiritual.
2. Kecerdasan spiritual bagi peleksana profesi
Menurut Zohar dan Marshall, SQ adalah kecerdasan yang kita pakai untuk merengkuh makna, nilai, tujuan terdalam, dan motivasi tertinggi kita. Kecerdasan spiritual adalah cara kita menggunakan makna, nilai, tujuan, dan motivasi itu dalam proses berpikir kita, dalam keputusan-keputusan yang kita buat, dan dalam segala sesuatu yang kita pikir patut dilakukan.
Secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa setiap orang memiliki kecerdasan ini. Pada akhir 1990-an, para ilmuwan menemukan Titik Tuhan dengan menstimulasi secara artifisial daerah lobus temporal dengan sebuah instrumen magnetis. Begitu terstimulasi, bahkan seorang pakar neurosains ateis pun menyatakan telah “melihat Tuhan” dalam laboratoriumnya. Dengan demikian, setiap orang dapat menstimulus Titik Tuhan tersebut dengan melakukan aktivitas yang sesuai. Menurut Zohar, untuk menghasilkan pengalaman tentang kecerdasan spiritual, aktivitas Titik Tuhan harus sepenuhnya diintegrasikan dengan aktivitas yang lebih luas dari otak, dan dengan IQ dan EQ.
Menurut DR. Jalaluddin Rakhmat, cara untuk meningkatkan SQ adalah:
1. Baca kitab suci
2. Pelajari kehidupan para nabi dan orang saleh
3. Belajar dari orang ber-SQ tinggi
4. Biasakan mengubah “di dalam diri” bukan “di luar diri”
5. Lakukan ibadat dengan serius
6. Sediakan waktu khusus untuk berdoa
7. Belajar menajamkan “indra batiniah”
tanda-tanda orang ber-SQ tinggi, sekaligus cara untuk meningkatkan SQ, yang dikemukakan oleh Tony Buzan:
1. Memperoleh “Gambar Besar”
Anda adalah sebuah keajaiban. Anda merupakan bagian dari alam semesta yang tak terkira. Menyadari hal ini, akan membantu Anda untuk menyadari kebesaran Tuhan.
2. Mengungkap Nilai Anda
Nilai-nilai dan prinsip-prinsip menentukan perilaku Anda, dan memilki pengaruh besar terhadap kemungkinan sukses Anda dalam hidup.
3. Visi dan Tujuan Hidup Anda
Viktor Frankl (telah diceritakan di atas) adalah contoh yang baik tentang pentingnya memiliki visi dan tujuan hidup.
4. Kasih Sayang – Memahami Diri Anda dan Orang Lain
Orang yang cerdas spiritual dan penuh kasih sayang akan punya rasa komitmen pada orang lain, dan akan mengambil tanggung jawab untuk membantu mereka.
5. Amal dan Syukur
Jiwa Anda belajar bernapas ke dalam (syukur) dan menghembuskan napas (amal). Ini penting dari kebaikan kembar, untuk memperbesar kecerdasan spiritual.
6. Kekuatan Tertawa
Tertawa adalah kualitas vital dari kecerdasan spiritual dan memberi Anda manfaat dalam banyak hal, termasuk mengurangi level stres dan secara umum membawa pada kehidupan yang lebih ceria dan bahagia.
7. Menuju Taman Bermain Anak-anak
Penelitian telah menunjukkan bahwa semakin Anda menjadi cerdas spiritual, kepolosan Anda, keceriaan, kegembiraan, spontanitas, antusiasme, dan semangat berpetualang, seperti layaknya anak-anak, akan meningkatkan kualitas hidup Anda.
8. Kekuatan Ritual
Ritual ibadah terbukti meningkatkan stabilitas emosional dan spiritual, mengurangi stres, menjadi lebih gigih serta tekun, lebih kuat, dan lebih percaya diri.
9. Damai
Mengelola “lingkungan internal” diri akan membawa ke arah kebahagiaan dan ketenangan hidup.
10. Yang Anda Butuhkan adalah cinta
Cinta pada diri sendiri, orang lain, alam bisa dianggap sebagai Kehidupan dan Tujuan Akhir Spiritual. Ketiadaan cinta bisa menyebabkan kecemasan, depresi, rasa sakit penderitaan, nelangsa, putus asa, penyakit, dan, yang paling akhir, kematian.

D. HUBUNGAN ANTARA IQ, EQ, DAN SQ
Menurut Daniel Goleman (Emotional Intelligence – 1996) : orang yang mempunyai IQ tinggi tapi EQ rendah cenderung mengalami kegagalan yang lebih besar dibanding dengan orang yang IQ-nya rata-rata tetapi EQ-nya tinggi, artinya bahwa penggunaan EQ atau olahrasa justru menjadi hal yang sangat pending, dimana menurut Goleman dalam dunia kerja, yang berperan dalam kesuksesan karir seseorang adalah 85% EQ dan 15% IQ. Jadi, peran EQ sangat signifikan.
Situasi yang kondusif untuk bekerja bisa dicipta/didesain melalui pemberian motivasi atau menumbuhkan motivasi diri sendiri dengan konsep bekerja yang berfokus pada kelebihan-kelebihan yang dimiliki setiap individu atau kecerdasan-kercerdasan di atas.
Kita perlu mengembangkan IQ – menyangkut pengetahuan dan keterampilan, namun kita juga harus dapat menampilkan EQ yang sebaik-baiknya karena EQ harus dilatih.Untuk meningkatkan kemampuan IQ dan EQ agar supaya dapat memanfaatkan hati nurani kita yang terdalam maka kita juga harus membina SQ yang merupakan cerminan hubungan kita dengan Sang Pencipta / Allah SWT, melalui SQ kita dilatih menggunakan ketulusan hati kita sehingga mempertajam apa yang dapat kita tampilkan.
Jadi perpaduan antara IQ, EQ dan SQ inilah yang akan membina jiwa kita secara utuh, sehingga kita dapat meniti karir dengan baik, dimana akan lebih baik lagi jika ditambahkan AQ (Adversity Quotient) yang mengajarkan kepada kita bagaimana dapat menjadikan tantangan bahkan ancaman menjadi peluang.
Kecerdasan intelektual (IQ) selama ini dipahami sebagai kecerdasan untuk mencerna berbagai masalah. Namun IQ tinggi belum tentu menjamin keberhasilan dan kebaikan seseorang, orang yang cerdas kadang juga bisa menjadi pengacau dan perusak. Banyak orang cerdas yang gagal menjadi pemimpin, orang-orang membangkang dan menentangnya. Pemimpin model ini hanya berfikir untuk mengatasi masalah, tetapi tidak berfikir membangun jembatan emosional dan empati dengan para individu yang dipimpinnya.
Agar seseorang berhasil menapaki kehidupan secara baik dan sehat, dia tidak hanya membutuhkan kecerdasan intelektual (IQ), tetapi juga kecerdasan emosional (EQ). Kalau IQ berhubungan dengan proses berfikir dan penalaran, maka EQ berkaitan dengan soal bagaimana seseorang membangun relasi dan pergaulan dengan sesama manusia. Faktor rasa dan emosionallah yang justru sangat berperan untuk keberhasilan seseorang dalam menjalani kehidupannya.
Seorang individu akan lengkap keberadaannya jika mempunyai IQ, EQ, dan SQ jika hanya mempunyai salah satu atau sebagian saja maka seseorang kurang optimal dalam menjalani kehidupannya. Dia tidak mampu memerankan diri secara baik sebagai khalifah di muka bumi. Seseorang yang mampu mendayagunakan ketiga kecerdasan itu secara seimbang kemungkinan besar akan mampu menggapai kehidupan yang damai dan bahagia baik di dunia maupun di akhirat.

























BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis serta pemecahan masalah yang ada dalam makalah ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Intelek adalah kecakapan mental, yang menggambarkan kemampuan berpikir.banyak definisi tentang intelgensi namun makna intelegensi dapat sebagai kemampuan seseorang dalam dan bertindak.kemampuan berpikir atau intelegensi diukur dengan tes intelegensi.Tes intelegensi yang terkenal adalah tes Binet-Simon. Hasil tes intelegensi dinyatakan dalam bentuk nilai IQ, dan hal itu banyak gunanya karena tingkat intelgensi berpengaruh terhadap banyak aspek.
2. Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi.
3. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain.
4. Seseorang yang mampu mendayagunakan ketiga kecerdasan yakni kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ) itu secara seimbang kemungkinan besar akan mampu menggapai kehidupan yang damai dan bahagia baik di dunia maupun di akhirat.
B. KRITIK DAN SARAN
Saya sebagai penyaji merasa kurang puas denagan hasil maupun isi makalah ini, karena sumber dan literatur yang kami peroleh hanyalah dari buku dan media internet yang mana kami perlu menguras pola pikir kami untuk memahami maupun mempelajarinya, harapan kami sebelum ditentukannya pokok bahasan, oleh dosen terlebih dahulu disampaikan pokoknya agar pola pikir kami terbuka dengan harapan penerapan intelektual dan nalar yang kami kembangkan tidak menitikberatkan pada sumber yang ada dan tidak terpaku pada dogma-dogma yang ada tentang pembahasan ini.
















DAFTAR PUSTAKA

Matla, Husain. 2005. Dakwah Dengan Cinta. Al-Bayan : Bandung.
Sunarto dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Rineka Cipta : Jakarta.

Sabtu, 23 Mei 2009

Rumusan pancasila

Rumusan Pancasila

Walaupun demikian, pada persidangan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 18 Agustus 1945, rancangan Pernyataan Indonesia Merdeka, tanpa dokumentasi proses penghapusannya diputuskan dihapus dan tidak jadi disahkan sebagai dokumen penting bangsa kita. Saya kira masalahnya sudah jelas, betapa malunya bangsa ini apabila dokumen yang memuji-muji Pemerintahan Fasis Jepang menjadi salah satu produk hukum tertinggi bangsa kita.

Empat Rumusan Pancasila
KEMBALI kepada inti artikel ini tentang siapa sesungguhnya yang merumuskan Pancasila. Bahkan bukan hanya itu. Kita pun hendaknya bersepakat yang mana sesungguhnya dokumen resmi bangsa kita tentang Pancasila. Sebuah atau dua buah, bahkan puluhan pidato tentang Pancasila baru sebagai bahan dan belum benar-benar sebuah rumusan Pancasila yang sah dan kita akui sebagai naskah resmi. Menurut Dr Saafroedin Bahar, penyunting buku Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, dalam empat hari itu berbicara 37 orang. Hari pertama sampai dengan hari keempat masing-masing 16 orang, 10 orang, enam orang, dan lima orang. Kita membaca Yamin berpidato di hari kedua, dan Soekarno di hari terakhir.
Dari dokumen-dokumen yang ada, sesungguhnya ada empat rumusan Pancasila. Yang pertama adalah Pidato Prof Dr Muhammad Yamin. Dari dokumen resmi yang ada, termasuk di dalam buku Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid I, pidato Yamin panjangnya (menurut buku) 21 halaman cetak, seperti juga pidato Bung Karno. Buku ini terbit tahun 1959. Sedangkan dalam buku terbitan Sekretariat Negara tahun 1998 lima dasar negara telah dipidatokan oleh Prof Yamin pada hari kedua sidang BPUPKI, dan merupakan anggota BPUPKI pertama yang mengupas lengkap dan utuh tentang lima dasar negara. Susunan lima dasar negara yang diusulkan Yamin adalah (1). Peri Kebangsaan, (2). Peri Kemanusiaan, (3). Peri ke-Tuhanan, (4). Peri Kerakyatan, (5). Kesejahteraan Rakyat.
Pidato Yamin di hari pertama persidangan BPUPKI (atau hari kedua setelah upacara Pembukaan) diikuti banyak pidato dari banyak tokoh. Akan tetapi pidato-pidato tersebut tidak ada yang utuh, mengupas lima sila seperti Yamin atau yang kelak oleh Ir Soekarno. Pada buku terbitan Siguntang Jakarta tahun 1959, di mana naskah Yamin menjadi naskah kedua setelah naskah Ir Sukarno, buku tersebut didahului oleh Kata Pengantar Presiden Republik Indonesia, dalam tulis tangan, sepanjang dua halaman. Dari sini kita bisa menafsirkan bahwa Bung Karno mengetahui betul adanya pidato Yamin, yang diucapkan tiga hari sebelumnya.
Pada hari terakhir masa persidangan BPUPKI, 1 Juni 1945, baru Ir Soekarno berpidato tentang Dasar Negara RI yang kelak akan diproklamasikan. Semua kita mengetahui, karena pada tahun 1946, ketika naskah pidato dicetak ulang, diberi judul Lahirnya Pancasila. Panjang naskah dalam kedua buku sama dengan panjang pidato Yamin 29 halaman cetak, walaupun dengan gaya, sistematika, dan alasan yang berbeda-beda. Ketika bicara tentang permusyawaratan, Yamin tak segan-segan mengutip ayat-ayat Al-Qur\'an tentang musyawarah. Sementara Soekarno mempersilakan mengisi DPR dengan sebanyak-banyaknya orang yang akan mengisi UU berdasar ayat Al-Qur\'an, asal secara demokratis.
Isi usulan Soekarno tentang Pancasila adalah: (1). Kebangsaan, (2). Internasionalisme, (3). Mufakat, Permusyawaratan, Perwakilan; (4). Kesejahteraan, (5). Ketuhanan atau Bertaqwa kepada Tuhan YME.
Dua dua pidato yang hampir sama panjang, Yamin dan Soekarno, kita melihat masing-masing mengajukan lima dasar. Tetapi Soekarnolah yang mengajukan nama resmi sebagai Pancasila, yang ia katakan sebagai dibisikkan oleh temannya yang ahli tata Negara (apa bukan Yamin? UF).
Kedua usulan sama-sama mengajukan lima sila. Bedanya ialah tentang Ketuhanan pada Soekarno masuk sila kelima, sedang pada Yamin masuk sila ketiga. Dan kalau kita lihat Piagam Jakarta dan hasil PPKI 18 Agustus - Sila Ketuhanan menjadi sila pertama.
Naskah Pancasila ketiga adalah sebagaimana termuat dalam Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, dengan rumusan sebagai berikut: (1). Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari\'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, (2). Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3). Persatuan Indonesia, (4). Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, (5). Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dan terakhir, pada 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dipimpin oleh ketuanya Ir Soekarno mengesyahkan naskah Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD 1945, di mana Pancasila ada di dalamnya, dengan perubahan redaksi pada sila pertama. Yaitu setelah kata-kata Ketuhanan ditambah Yang Maha Esa, sebagai pengganti dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Penutup
Jadi, sebagai kesimpulan dapat kita tegaskan bahwa lima sila Pancasila, pertama kali diucapkan adalah oleh Prof Muhammad Yamin, pada 29 Mei 1945, yaitu pada sidang pertama BPUPKI. Sidang pertama yang dipimpin oleh Dr Rajiman ini sesungguhnya adalah hari kedua sidang BPUPKI. Sedang hari pertama sidang, 28 Mei diisi oleh upacara pembukaan yang dipimpin oleh Jepang dan mendengarkan pidato wakil Bala Tentara Jepang di Pulau Jawa, Saikoo Sikikan.
Bung Karno, memang orang pertama yang mengucapkan kata Pancasila. Pidatonya, yang kemudian diberi nama Lahirnya Pancasila, diucapkan pada hari ke-5, atau hari terakhir persidangan pertama BPUPKI. Bung Karno mengucapkan kelima dasar negara kita, yang ia beri nama Pancasila, dengan susunan yang berbeda dari susunan yang diucapkan Yamin sebelumnya.
Sehingga saat ini kita mempunyai empat formula Pancasila, yang merupakan suatu proses dari formula I, formula II, formula III, dan formula IV. Formula I dan II, baru masukan diucapkan dalam pidato, masing-masing tanggal 29 Mei dan 1 Juni 1945. Formula III adalah perumusan oleh Tim Perumus atau Tim 9 yang dipimpin Ir Soekarno, dengan anggota: Muhammad Hatta, Maramis, Subardjo, KH Muzakkir, dan lain-lain. Tetapi akhirnya, ketika formula III akan disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), sebelum sidang dimulai timbul masalah, bahwa wakil Indonesia Timur tidak puas tentang perumusan sila pertama. Anak kalimat dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, walau hanya untuk orang Islam diprotes sebagai tidak dapat diterima. Akhirnya dicapai kompromi, konon atas usul KH Tubagus Hadikusumo dari Muhammadiyah, bahwa tujuh patah kata yang menjadi ganjalan diganti dengan tiga patah kata, Yang Maha Esa Bagi tokoh Muhammadiyah itu, makna anak kalimat ini menegaskan tentang tauhid, mengesakan Tuhan. Dan itulah yang oleh Muhammad Hatta dilaporkan ke PPKI dan diterima secara aklamasi.
Inilah selengkapnya keempat formula tadi.

Empat Formula Pancasila

A. Susunan Prof Yamin:
(29 Mei 1945)
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri ke-Tuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

B. Susunan Ir Soekarno:
(1 Juni 1945)
1. Kebangsaan
2. Internasionalisme
3. Mufakat, Permusyawaratan, Perwakilan
4. Kesejahteraan
5. Ketuhanan atau Bertaqwa kepada Tuhan YME

C. Menurut Piagam Jakarta:
(22 Juni 1945)
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

D. Menurut PPKI:
(18 Agustus 1945)
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jadi kalau disimpulkan dalam satu kalimat panjang: lima sila dasarnya negara kita diucapkan pertama kali oleh Prof Yamin pada 29 Mei 1945; tetapi lima dasar Negara dengan nama Pancasila, pertama kali disampaikan Bung Karno pada 1 Juni 1945; dirumuskan hingga disepakati 60-an anggota BPUPKI pada 22 Juni 1945 dengan nama Piagam Jakarta; tetapi disahkan sebagai Pembukaan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945 dengan perubahan tujuh patah kata, setelah Ketuhanan, diganti tiga patah kata. Itulah nyatanya. (Penulis adalah mantan anggota BP MPR, 2000-2004/Sekretaris Universitas Islam As-Syafiiyah, Jakarta)
(habis)