Selasa, 26 Mei 2009

perkembangan IQ, EQ, dan SQ

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari kita tidak dapat lepas dari interaksi sosial, oleh karena itu kita harus dapat menyikapi hal tersebut dengan tindakan-tindakan positif. Manusia sebagai peserta didik sudah seharusnya ditempatkan sebagai suatu pribadi yang utuh, yakni manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan sosial yang memiliki tingkat IQ, EQ dan SQ yang berbeda antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Serta sebagai makhluk Tuhan yang harus menempatkan hidupnya di dunia sebagai persiapan kehidupan akherat, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Pendidikan yang berhubungan dengan tingkat IQ, EQ, dan SQ seseorang adalah suatu upaya dalam membentuk suatu lingkungan untuk seseorang yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawa perubahan yang diinginkan ke arah yang lebih baik dalam kebiasaan dan sikapnya.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah definisi tentang IQ, EQ dan SQ tersebut dan hal-hal yang mempengaruhi dari perkembangan IQ, EQ dan SQ tersebut.
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam tingkat perkembangan IQ, EQ dan SQ seseorang tersebut.
3. Bagaimana hubungan IQ, EQ dan SQ dalam kehidupan sehari-hari yang sangat penting dalam berinteraksi secara sehat dalam lingkungan sosial.
4. Hal-hal apa saja yang dapat kita ambil dari pembelajaran tentang IQ, EQ dan SQ ini dalam bersikap, berfikir serta mengambil sikap untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.


BAB II
PERKEMBANGAN IQ, EQ, DAN SQ

A PENGERTIAN IQ
Intellegensi adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara logis, terarah, serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif (Marten Pali, 1993). Kecerdasan intelektual adalah kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio. Ia merupakan kecerdasan untuk menerima, menyimpan dan mengolah infomasi menjadi fakta.
Konsep intellegensi yang awalnya dirintis oleh Alfred Bined 1964, mempercayai bahwa kecerdasan itu bersifat tunggal dan dapat diukur dalam satu angka.
1. Pengukuran klasifikasi IQ :
a. Very Superior : 130 –
b. Superior : 120 – 129
c. Brght normal : 110 – 119
d. Average : 90 – 109
e. Dull Normal : 80 – 89
f. Borderline : 70 – 79
g. Mental Defective : 69 and bellow
2. Ciri khas IQ (Intelligence Quotient) :
a. Logis
b. Rasional
c. Linier
d. Sistematis
3. IQ menjadi pendidikan rasional dalam kepribadian manusia
Dengan memiliki IQ yang baik dan terstandar maka masing-masing individu memiliki kemantapan pemahaman tentang potensi diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk peranannya sebagai pelaksana / pelaku profesi. Dulu orang mengira bahwa kecerdasan seseorang itu bersifat tunggal, yaitu dalam satuan IQ (intelligence quotient) seperti selama ini kita kenal. Dampak negative atas persepsi ini adalah individu yang rendah kecerdasan “akademik tradisionalnya”, yakni matematik dan verbal (kata-kata), seakan tidak dihargai di hadapan masyarakat luas. Kini tradisi yang telah berlangsung hampir seabad tersebut, telah dibongkar dan terkuaklah bahwa kecerdasan manusia itu banyak rumpunnya. Kercerdasan itu multidimensional, banyak cabangnya. Jadi tidak ada manusia yang bodoh, setiap manusia punya rumpun kecerdasan.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan (IQ) :
a. Pembawaan ; kapasitas / batas kesanggupan.
b. Kematangan ; telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya,
c. Pembentukan ; pengaruh dari luar.
d. Minat.
e. Kebebasan ; terutama dalam memecahkan masalah.
Pendapat pribadi yang mungkin subjektif sifatnya, juga merupakan imbauan. Tidak penting kecerdasan hanya dikejar, dimiliki dan menjadi sukses menurut parameter material yang sempit. Juga tidak begitu penting kecerdasan mana yang lebih berkontribusi terhadap prestasi maupun prestise. Kecerdasan akan terlihat dan bermanfaat apabila dipraktikkan secara optimal dengan penuh penguasaan diri dan rasa syukur, nyata di dalam masyarakat, berlangsung bagi hajat hidup orang banyak tanpa terikat pada batasan-batasan tak logis, yang justru membuat orang tampak tidak cerdas. Mari mencerdaskan bangsa dan menciptakan perdamaian di bumi.

B. PENGERTIAN EQ
EQ (Emotional Quotient) / kecerdasan emosi : Emosi adalah letupan perasaan seseorang. EQ juga dapat didefinisikan sebagai berikut :
• Kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri, perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, mengelola emosi dengan baik, dan berhubungan dengan orang lain (Daniel Goldman).
• Kemampuan mengerti dan mengendalikan emosi (Peter Salovelly dan John Mayer).
• Kemampuan mengindra, memahami dan dengan efektif menerapkan kekuatan, ketajaman, emosi sebagai sumber energi, informasi, dan pengaruh (Cooper dan Sawaf).
• Bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan adaptasi sosial (Seagel).
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang disebut terakhir akan menyaring dan memilah informasi yang didapat dari panca indra. Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Lain tidak karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat . Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri.
Para pakar memberikan definisi beragam pada EQ, diantaranya adalah kemampuan untuk menyikapi pengetahuan-pengetahuan emosional dalam bentuk menerima, memahami, dan mengelolanya. Menurut definisi ini, EQ mempunyai empat dimensi berikut :
1. Mengenal, menerima dan mengekspresikan emosi (kefasihan emosional) caranya mampu membedakan emosi orang lain, bentuk dan tulisan, baik melalui suara, ekspresi wajah dan tingkah laku.
2. Menyertakan emosi dalam kerja-kerja intelektual. Caranya perubahan emosi bisa mengubah sikap optimis menjadi pesimis. Terkadang emosi mendorong manusia untuk menerima pandangan dan pendapat yang beragam.
3. Memahami dan menganalisa emosi. Mampu mengetahui perubahan dari satu emosi ke emosi lain seperti berubahannya dari emosi marah menjadi rela atau lega.
4. Mengelola emosi
Mampu mengelola emosi sendiri atau orang lain dengan cara meringankan emosi negatif dan memperkuat emosi positif. Hal ini dilakukan dengan tanpa menyembunyikan informasi yang disampaikan oleh emosi-emosi ini dan tidak berlebihan.
Pada saat kita mendefinisikan kecerdasan emosional, sebenarnya kita sedang membicarakan potensi kecerdasan emosional yang oleh cendikiawan Muslim kuno disebut “kekuatan”. Artinya, kita sedang membicarakan potensi kecerdasan. Potensi memerlukan kesempatan untuk ditampakkan dan dikuatkan secara nyata. Sejak dilahirkan, manusia mempunyai kemampuan menulis dan membaca dengan kekuatan. Hanya saja, setelah ia belajar maka ia benar-benar bisa menulis dan membaca secara nyata misalnya, terkadang kita suka berbicara tentang kecerdasan bayi yang sedang menyusu, pada hal ia sendiri belum bisa menulis, membaca, atau mengikuti ujian kecerdasan. Kecerdasan sang bayi belum tampak karena ia belum diberikan kesempatan untuk mengembangangkan kecerdasan yang memungkinkan kita untuk menilainya.
Kecerdasan emosional bawaan bisa berkembang atau rusak, hal ini tergantung pada pengaruh yang diperoleh anak di masa kecil atau remaja. Pengaruh ini bisa datang dari orang tua, keluarga atau sekolah. Anak melalui hidupnya dengan potensi yang baik untuk perkembangan emosinya, hanya saja pengalaman emosi yang dialaminya di lingkungan anarkhis atau tidak bersahabat menyebabkan grafik perkembangan EQ nya menurun. Sebaliknya, bisa saja seorang anak mempunyai EQ bawaan yang rendah, namun EQ nya ini bisa berkembang dengan baik, jika ia di didik dengan baik melalui pengalaman-pengalaman emosional yang ramah dan bersahabat. Perilaku emosi cerdas yang diperlihatkan lingkungnya menyebabkan grafik EQ nya menjadi tinggi. Perlu kita ingatkan disini bahwa merusak EQ anak adalah lebih mudah dari pada mengembangankannya karena menghancurkannya selamanya lebih mudah dari pada membangun.
Kiat membagi kecerdasan emosional bawaan menjadi empat bagian yang saling mempengaruhi, yaitu :
1. Perasaan emosi
2. Mencari emosi
3. Proses emosi
4. Kemampuan untuk belajar emosi.
Salah satu pakar yang menyakini hal ini adalah (David Wechsler, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional). Seorang penguji kecerdasan, Menurutnya kecerdasan adalah kemampuan sempurna seseorang untuk berprilaku terarah, berpikir logis, dan berinteraksi secara baik dengan lingkungannya. Sebagian pakar mendefenisikan kecerdasan emosional sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang lain, dan juga kemampuannya ini diungkapnya untuk mengarahkan pola pikir dan perilakunya. ( Salovey dan Mayer, 1990 ).
Diantara dimensi EQ yang mempunyai ikatan serta dengan keberhasilan dalam berdagang dan berkerja adalah kemampuan manusia dalam berintegrasi dengan perasaan dan emosinya, serta kemampuan beradaptasi dengan kesulitan dan kerumitan masalah yang dihadapinya. Diantara para orang tua yang gagal mengajarakan kecerdasan emosional kepada anak-anak sebagi berikut :
1. Orang tua yang mengabaikan yang tidak menghiraukan menganggap sepi, atau pun meremehkan emosi-emosi negatif anak.
2. Orang tua yang tidak menyetujui, yang bersifat kritis terhadap ungkapan perasaan-perasaan negatif anak dan barang kali memarahi atau menghukum mereka karena mengungkapkan emosinya.
3. Orang tua laissez-faire, yang menerima emosi anak dan berempati dengan mereka, tetap tidak memberikan bimbingan atau menentukan batas-batas pada tingkah laku anak tersebut.
Sebagai orang tua yang tidak menyetujui, barang kali memarahi karena menolak bekerja sama, dengan menyatakan kepadanya bahwa ia sudah bosan dengan tingkah lakunya yang bandel itu, dan mengancam untuk memukulnya. Maka dari itu pelatihan emosi tidaklah berarti bahwa semua pertengkaran jiwa. Konflik adalah fakta kehidupan rumah tangga. Namun, setelah mulai menggunakan pelatihan emosi, barang kali akan merasakan diri sendiri semakin akrab dengan anak-anak. Bila keluarga memiliki keakraban dan rasa hormat yang mendalam, masalah antara anggota keluarga tampaknya akan lebih mudah ditangung.
1. Aspek EQ (Salovely dan Goldman)
a. Kemampuan mengenal diri (kesadaran diri).
b. Kemampuan mengelola emosi (penguasaan diri).
c. Kemampuan memotivasi diri.
d. Kemampuan mengendalikan emosi orang lain.
e. Kemampuan berhubungan dengan orang lain (empati).
2. Perilaku cerdas emosi
a. Menghargai emosi negative orang lain.
b. Sabar menghadapi emosi negative orang lain.
c. Sadar dan menghargai emosi diri sendiri.
d. Emosi negative untuk membina hubungan.
e. Peka terhadap emosi orang lain.
f. Tidak bingung menghadapi emosi orang lain.
g. Tidak menganggap lucu emosi orang lain.
h. Tidak memaksa apa yang harus dirasakan.
i. Tidak harus membereskan emosi orang lain.
j. Saat emosional adalah saat mendengatkan
3. EQ tinggi adalah :
a. Berempati.
b. Mengungkapkan dan memahami perasaan.
c. Mengendalikan amarah.
d. Kemandirian.
e. Kemampuan menyesuaikan diri.
f. Disukai.
g. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi.
h. Ketekunan.
i. Kesetiakawanan.
j. Keramahan.
k. Sikap hormat.
Emotional Quotient (EQ) mempunyai peranan penting dalam meraih kesuksesan pribadi dan profesional. EQ dianggap sebagai persyaratan bagi kesuksesan pribadi. Alasan utamanya adalah masyarakat percaya bahwa emosi-emosi sebagai masalah pribadi dan tidak memiliki tempat di luar inti batin seseorang juga batas-batas keluarga. Penting bahwa kita perlu memahami apa yang diperlukan untuk membantu kita membangun kehidupan yang positif dan memuaskan, karena ini akan mendorong mencapai tujuan-tujuan profesional kita. Dr. Daniel Goleman memberikan satu asumsi betapa pentingnya peran EQ dalam kesuksesan pribadi dan profesional :
a. 90% prestasi kerja ditentukan oleh EQ.
b. Pengetahuan dan teknis hanya berkontribusi 4%.
Dari banyak penelitian didapatkan hasil atau pendapat bahwa individu yang mempunyai IQ tinggi menunjukkan kinerja buruk dalam pekerjaan, sementara yang ber-IQ rendah justru sangat perprestasi. Hal ini dikarenakan individu yang mempunyai IQ tinggi seringkali memiliki sifat-sifat menyesatkan sebagai berikut :
a. Yakin tahu semua hal.
b. Sering menggunakan fikiran untuk menalar bukan untuk merasakan.
c. Meyakini bahwa IQ lebih penting dari EQ.
d. Sering membuat prioritas-prioritas yang merusak kesehatan kita sendiri.
Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaan. Selain itu EQ membuat Anda mudah bersosialisasi, mampu membuat keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen. Makanya, orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih baik.
Dengan EQ, Anda sekaligus mampu mengakui kesalahan dan kelemahan diri serta bertanggung jawab terhadap kesalahan yang Anda perbuat. Dengan kata lain, EQ mampu mengatasi berbagai konflik yang Anda alami. EQ menjadikan Anda pribadi yang menyenangkan, cerdas, dan intelektual dengan hal sebagai berikut :
• Pahami diri Anda sendiri.
Ketahuilah tingkat emosi Anda, apakah Anda termasuk orang yang sangat emosional atau biasa-biasa saja. Sadari apa yang membuat Anda marah, menangis, sedih, gembira dan bahagia. Semakin dalam Anda mengenal pribadi Anda, semakin mudah juga memahami emosi orang lain. Dengan demikian, semakin baik pula tingkat EQ Anda.
• Percaya diri.
• Sikap percaya diri merupakan salah satu modal kesuksesan Anda. Kalau Anda yakin dengan kata hati dan kemampuan Anda, akan memudahkan Anda dalam mengeluarkan pendapat dan mengambil keputusan. Tanpa perlu bergantung pada orang lain, Anda bisa mengambil keputusan yang paling tepat dalam hidup Anda. Memang, Anda tetap membutuhkan bantuan orang lain dalam segala hal, tetapi membangun kepercayaan diri terhadap kemampuan Anda, dapat melatih dalam pencapaian tingkat EQ yang ideal.
• Sadari kelemahan Anda.
Menyadari kekurangan dan kelemahan diri sendiri adalah sikap positif yang dapat melatih emosi Anda. Tetapi, menyadari kelemahan dan kekurangan diri tanpa berusaha merubahnya tentu bukan sikap yang bijaksana. Buatlah komitmen pada diri Anda bahwa Anda pasti bisa merubah kelemahan dan kekurangan diri Anda selama ini.
• Miliki rasa emphaty.
Kalau Anda merasa nyaman dan percaya diri dengan kondisi diri Anda sendiri, berarti Anda sudah mencapai fase pengembangan EQ yang nyaris ideal. Anda sudah bisa menerima dan mendengarkan pendapat orang lain, sekaligus memahami kekurangan dan kelemahan orang lain. Semakin besar pengertian Anda pada orang lain semakin besar pula kesempatan Anda mendapatkan pertolongan di lain hari.
Jika Anda mengasah kemampuan EQ Anda dengan baik, Anda akan menjadi orang yang kompeten secara emosional! Dalam arti mampu bersikap mandiri (independent) tetapi juga menghargai prinsip saling ketergantungan (interdependent). Dan hanya orang yang mandiri dan menghargai keberadaan orang lain-lah yang akan menjadi manusia efektif dan sukses dalam karir dan kehidupan.
C. PENGERTIAN SQ
Spiritual adalah inti dari pusat diri sendiri. Kecerdasan spiritual adalah sumber yang mengilhami, menyemangati dan mengikat diri seseorang kepada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu (Agus N. Germanto,2001).
Kecerdasan spiritual sering disebut SQ (Spiritual Quotient) penemunya (Danah Zohar dan Marshall, London, 2000) cenderung diperlukan bagi setiap hamba Tuhan untuk dapat berhubungan dengan Tuhannya. Melibatkan kemampuan, menghidupkan kebenaran yang paling dalam; artinya mewujudkan hal yang terbaik, untuk dan paling manusiawi dalam batin. Gagasan, energi, nilai, visi, dorongan, dan arah panggilan hidup, mengalir dari dalam dari suatu keadaan kesadaran yang hidup bersama cinta.
Paul Edwar ; “SQ” adalah bukti ilmiah, Ini adalah benar ketika anda merasakan keamanan, kedamaian, penuh cinta, dan bahagia. Ketika dibedakan dengan suatu kondisi dimana anda merasakan ketidak amanan, ketidak bahagian, dan ketidak cintaan.
Victor Frank (Psikolog) ; Pencarian manusia akan makna hidup merupakan motivasi utamanya dalam hidup ini. Kearifan spiritual; adalah sikap hidup arif dan bijak secara spiritual, yang cenderung lebih bermakna dan bijak, bisa menyikapi segala sesuatu secara lebih jernih dan benar sesuai hati nurani kita, kecerdasan spiritual “SQ”.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain.
1.Ciri-ciri SQ tinggi
Menurut Dimitri Mahayana (Agus Nggermanto, 2001), ciri-ciri orang yang ber-SQ tinggi adalah :
a. Memiliki prinsip dan visi yang kuat.
Prinsip adalah suatu kebenaran yang hakiki dan fundamental berlaku secara universal bagi seluruh umat. Prinsip merupakan pedoman berperilaku, yang berupa nilai-nilai yang permanen dan mendasar. Ada 3 prinsip utama bagi orang yang tinggi spiritualnya, yakni :
1. Prinsip kebenaran
Suatu yang paling nyata dalam kehidupan ini adalah kebenaran. Sesuatu yang tidak benar tunggulah saatnya nanti pasti akan sirna.
Contoh :
Hukum alamiah, jika kita menyemai benih pada tempat yang salah, waktunya tidak tepat, pengairannya keliru, pemupukannya salah, maka apa yang terjadi ? Benih membusuk dan sirna. Pelanggaran atas nilai kebenaran membuat kita kehilangan jati diri, hati nurani yang tidak jernih.
2. Prinsip Keadilan
Bagaimana keadilan itu ? Keadilan adalah memberikan sesuatu sesuai dengan hak yang seharusnya diterima, tidak mengabaikan, tidak mengurang-ngurangi.
3. Prinsp Kebaikan
Kebaikan adalah memberikan sesuatu lebih dari hak yang seharusnya.
Contoh : ketika kita naik becak membayar Rp. 5.000,00 sesuai kesepakatan. Tetapi kita lebihkan membayar Rp. 6.000,00, inilah yang disebut kebaikan.
b. Visi yang kuat
Setelah prinsip, kita harus mempunyai visi. Visi adalah cara pandang bagaimana memandang sesuatu dengan visi yang benar. Dengan visi kita bisa melihat bagaimana sesuatu dengan apa adanya, jernih dari sumber cahaya kebenaran. Contoh : Belajar itu tidak sekedar mencari angka raport, ijazah atau bisa mencari kerja yang bergaji pantas.
c. Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman
Para siswa menuntut suasana belajar yang menyenangkan. Guru menginginkan semangat dan hasil belajar yang optimal. Semua pihak berbeda tetapi sama-sama menginginkan kebaikan.
d. Mampu memaknai setiap sisi kehidupan
Semua yang terjadi di alam raya ini ada maknanya. Semua kejadian pada diri kita dan lingkungan ada hikmahnya, semua diciptakan ada tujuannya. Dalam sakit, gagal, jatuh, kekurangan dan penderitaan lainnya banyak pelajaran yang mempertajam kecerdasan spiritual kita. Demikian juga ketika berhasil kita bersyukur dan tidak lupa diri.
e. Mampu bertahan dalam kesulitan dan penderitaan
Sejarah telah membuktikan, semua orang besar atau orang sukses telah melewati liku-liku dan ujian yang besar juga. Contoh : Thomas Edison menjadi sukses dan cemerlang dengan berbagai termuannya setelah melalui caci maki dan kegagalan-kegagalan.
J.J. Reuseu menjelaskan jika tubuh banyak berada dalam kemudahan dan kesenangan, maka aspek jiwa akan rusak. Orang yang tidak pernah mengalami kesulitan atau sakit, jiwanya tidak pernah tersentuh. Penderitaan dan kesulitanlah yang menumbuhkan dan mengembangkan dimensi spiritual.
2. Kecerdasan spiritual bagi peleksana profesi
Menurut Zohar dan Marshall, SQ adalah kecerdasan yang kita pakai untuk merengkuh makna, nilai, tujuan terdalam, dan motivasi tertinggi kita. Kecerdasan spiritual adalah cara kita menggunakan makna, nilai, tujuan, dan motivasi itu dalam proses berpikir kita, dalam keputusan-keputusan yang kita buat, dan dalam segala sesuatu yang kita pikir patut dilakukan.
Secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa setiap orang memiliki kecerdasan ini. Pada akhir 1990-an, para ilmuwan menemukan Titik Tuhan dengan menstimulasi secara artifisial daerah lobus temporal dengan sebuah instrumen magnetis. Begitu terstimulasi, bahkan seorang pakar neurosains ateis pun menyatakan telah “melihat Tuhan” dalam laboratoriumnya. Dengan demikian, setiap orang dapat menstimulus Titik Tuhan tersebut dengan melakukan aktivitas yang sesuai. Menurut Zohar, untuk menghasilkan pengalaman tentang kecerdasan spiritual, aktivitas Titik Tuhan harus sepenuhnya diintegrasikan dengan aktivitas yang lebih luas dari otak, dan dengan IQ dan EQ.
Menurut DR. Jalaluddin Rakhmat, cara untuk meningkatkan SQ adalah:
1. Baca kitab suci
2. Pelajari kehidupan para nabi dan orang saleh
3. Belajar dari orang ber-SQ tinggi
4. Biasakan mengubah “di dalam diri” bukan “di luar diri”
5. Lakukan ibadat dengan serius
6. Sediakan waktu khusus untuk berdoa
7. Belajar menajamkan “indra batiniah”
tanda-tanda orang ber-SQ tinggi, sekaligus cara untuk meningkatkan SQ, yang dikemukakan oleh Tony Buzan:
1. Memperoleh “Gambar Besar”
Anda adalah sebuah keajaiban. Anda merupakan bagian dari alam semesta yang tak terkira. Menyadari hal ini, akan membantu Anda untuk menyadari kebesaran Tuhan.
2. Mengungkap Nilai Anda
Nilai-nilai dan prinsip-prinsip menentukan perilaku Anda, dan memilki pengaruh besar terhadap kemungkinan sukses Anda dalam hidup.
3. Visi dan Tujuan Hidup Anda
Viktor Frankl (telah diceritakan di atas) adalah contoh yang baik tentang pentingnya memiliki visi dan tujuan hidup.
4. Kasih Sayang – Memahami Diri Anda dan Orang Lain
Orang yang cerdas spiritual dan penuh kasih sayang akan punya rasa komitmen pada orang lain, dan akan mengambil tanggung jawab untuk membantu mereka.
5. Amal dan Syukur
Jiwa Anda belajar bernapas ke dalam (syukur) dan menghembuskan napas (amal). Ini penting dari kebaikan kembar, untuk memperbesar kecerdasan spiritual.
6. Kekuatan Tertawa
Tertawa adalah kualitas vital dari kecerdasan spiritual dan memberi Anda manfaat dalam banyak hal, termasuk mengurangi level stres dan secara umum membawa pada kehidupan yang lebih ceria dan bahagia.
7. Menuju Taman Bermain Anak-anak
Penelitian telah menunjukkan bahwa semakin Anda menjadi cerdas spiritual, kepolosan Anda, keceriaan, kegembiraan, spontanitas, antusiasme, dan semangat berpetualang, seperti layaknya anak-anak, akan meningkatkan kualitas hidup Anda.
8. Kekuatan Ritual
Ritual ibadah terbukti meningkatkan stabilitas emosional dan spiritual, mengurangi stres, menjadi lebih gigih serta tekun, lebih kuat, dan lebih percaya diri.
9. Damai
Mengelola “lingkungan internal” diri akan membawa ke arah kebahagiaan dan ketenangan hidup.
10. Yang Anda Butuhkan adalah cinta
Cinta pada diri sendiri, orang lain, alam bisa dianggap sebagai Kehidupan dan Tujuan Akhir Spiritual. Ketiadaan cinta bisa menyebabkan kecemasan, depresi, rasa sakit penderitaan, nelangsa, putus asa, penyakit, dan, yang paling akhir, kematian.

D. HUBUNGAN ANTARA IQ, EQ, DAN SQ
Menurut Daniel Goleman (Emotional Intelligence – 1996) : orang yang mempunyai IQ tinggi tapi EQ rendah cenderung mengalami kegagalan yang lebih besar dibanding dengan orang yang IQ-nya rata-rata tetapi EQ-nya tinggi, artinya bahwa penggunaan EQ atau olahrasa justru menjadi hal yang sangat pending, dimana menurut Goleman dalam dunia kerja, yang berperan dalam kesuksesan karir seseorang adalah 85% EQ dan 15% IQ. Jadi, peran EQ sangat signifikan.
Situasi yang kondusif untuk bekerja bisa dicipta/didesain melalui pemberian motivasi atau menumbuhkan motivasi diri sendiri dengan konsep bekerja yang berfokus pada kelebihan-kelebihan yang dimiliki setiap individu atau kecerdasan-kercerdasan di atas.
Kita perlu mengembangkan IQ – menyangkut pengetahuan dan keterampilan, namun kita juga harus dapat menampilkan EQ yang sebaik-baiknya karena EQ harus dilatih.Untuk meningkatkan kemampuan IQ dan EQ agar supaya dapat memanfaatkan hati nurani kita yang terdalam maka kita juga harus membina SQ yang merupakan cerminan hubungan kita dengan Sang Pencipta / Allah SWT, melalui SQ kita dilatih menggunakan ketulusan hati kita sehingga mempertajam apa yang dapat kita tampilkan.
Jadi perpaduan antara IQ, EQ dan SQ inilah yang akan membina jiwa kita secara utuh, sehingga kita dapat meniti karir dengan baik, dimana akan lebih baik lagi jika ditambahkan AQ (Adversity Quotient) yang mengajarkan kepada kita bagaimana dapat menjadikan tantangan bahkan ancaman menjadi peluang.
Kecerdasan intelektual (IQ) selama ini dipahami sebagai kecerdasan untuk mencerna berbagai masalah. Namun IQ tinggi belum tentu menjamin keberhasilan dan kebaikan seseorang, orang yang cerdas kadang juga bisa menjadi pengacau dan perusak. Banyak orang cerdas yang gagal menjadi pemimpin, orang-orang membangkang dan menentangnya. Pemimpin model ini hanya berfikir untuk mengatasi masalah, tetapi tidak berfikir membangun jembatan emosional dan empati dengan para individu yang dipimpinnya.
Agar seseorang berhasil menapaki kehidupan secara baik dan sehat, dia tidak hanya membutuhkan kecerdasan intelektual (IQ), tetapi juga kecerdasan emosional (EQ). Kalau IQ berhubungan dengan proses berfikir dan penalaran, maka EQ berkaitan dengan soal bagaimana seseorang membangun relasi dan pergaulan dengan sesama manusia. Faktor rasa dan emosionallah yang justru sangat berperan untuk keberhasilan seseorang dalam menjalani kehidupannya.
Seorang individu akan lengkap keberadaannya jika mempunyai IQ, EQ, dan SQ jika hanya mempunyai salah satu atau sebagian saja maka seseorang kurang optimal dalam menjalani kehidupannya. Dia tidak mampu memerankan diri secara baik sebagai khalifah di muka bumi. Seseorang yang mampu mendayagunakan ketiga kecerdasan itu secara seimbang kemungkinan besar akan mampu menggapai kehidupan yang damai dan bahagia baik di dunia maupun di akhirat.

























BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis serta pemecahan masalah yang ada dalam makalah ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Intelek adalah kecakapan mental, yang menggambarkan kemampuan berpikir.banyak definisi tentang intelgensi namun makna intelegensi dapat sebagai kemampuan seseorang dalam dan bertindak.kemampuan berpikir atau intelegensi diukur dengan tes intelegensi.Tes intelegensi yang terkenal adalah tes Binet-Simon. Hasil tes intelegensi dinyatakan dalam bentuk nilai IQ, dan hal itu banyak gunanya karena tingkat intelgensi berpengaruh terhadap banyak aspek.
2. Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi.
3. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain.
4. Seseorang yang mampu mendayagunakan ketiga kecerdasan yakni kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ) itu secara seimbang kemungkinan besar akan mampu menggapai kehidupan yang damai dan bahagia baik di dunia maupun di akhirat.
B. KRITIK DAN SARAN
Saya sebagai penyaji merasa kurang puas denagan hasil maupun isi makalah ini, karena sumber dan literatur yang kami peroleh hanyalah dari buku dan media internet yang mana kami perlu menguras pola pikir kami untuk memahami maupun mempelajarinya, harapan kami sebelum ditentukannya pokok bahasan, oleh dosen terlebih dahulu disampaikan pokoknya agar pola pikir kami terbuka dengan harapan penerapan intelektual dan nalar yang kami kembangkan tidak menitikberatkan pada sumber yang ada dan tidak terpaku pada dogma-dogma yang ada tentang pembahasan ini.
















DAFTAR PUSTAKA

Matla, Husain. 2005. Dakwah Dengan Cinta. Al-Bayan : Bandung.
Sunarto dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Rineka Cipta : Jakarta.

Sabtu, 23 Mei 2009

Rumusan pancasila

Rumusan Pancasila

Walaupun demikian, pada persidangan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 18 Agustus 1945, rancangan Pernyataan Indonesia Merdeka, tanpa dokumentasi proses penghapusannya diputuskan dihapus dan tidak jadi disahkan sebagai dokumen penting bangsa kita. Saya kira masalahnya sudah jelas, betapa malunya bangsa ini apabila dokumen yang memuji-muji Pemerintahan Fasis Jepang menjadi salah satu produk hukum tertinggi bangsa kita.

Empat Rumusan Pancasila
KEMBALI kepada inti artikel ini tentang siapa sesungguhnya yang merumuskan Pancasila. Bahkan bukan hanya itu. Kita pun hendaknya bersepakat yang mana sesungguhnya dokumen resmi bangsa kita tentang Pancasila. Sebuah atau dua buah, bahkan puluhan pidato tentang Pancasila baru sebagai bahan dan belum benar-benar sebuah rumusan Pancasila yang sah dan kita akui sebagai naskah resmi. Menurut Dr Saafroedin Bahar, penyunting buku Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, dalam empat hari itu berbicara 37 orang. Hari pertama sampai dengan hari keempat masing-masing 16 orang, 10 orang, enam orang, dan lima orang. Kita membaca Yamin berpidato di hari kedua, dan Soekarno di hari terakhir.
Dari dokumen-dokumen yang ada, sesungguhnya ada empat rumusan Pancasila. Yang pertama adalah Pidato Prof Dr Muhammad Yamin. Dari dokumen resmi yang ada, termasuk di dalam buku Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid I, pidato Yamin panjangnya (menurut buku) 21 halaman cetak, seperti juga pidato Bung Karno. Buku ini terbit tahun 1959. Sedangkan dalam buku terbitan Sekretariat Negara tahun 1998 lima dasar negara telah dipidatokan oleh Prof Yamin pada hari kedua sidang BPUPKI, dan merupakan anggota BPUPKI pertama yang mengupas lengkap dan utuh tentang lima dasar negara. Susunan lima dasar negara yang diusulkan Yamin adalah (1). Peri Kebangsaan, (2). Peri Kemanusiaan, (3). Peri ke-Tuhanan, (4). Peri Kerakyatan, (5). Kesejahteraan Rakyat.
Pidato Yamin di hari pertama persidangan BPUPKI (atau hari kedua setelah upacara Pembukaan) diikuti banyak pidato dari banyak tokoh. Akan tetapi pidato-pidato tersebut tidak ada yang utuh, mengupas lima sila seperti Yamin atau yang kelak oleh Ir Soekarno. Pada buku terbitan Siguntang Jakarta tahun 1959, di mana naskah Yamin menjadi naskah kedua setelah naskah Ir Sukarno, buku tersebut didahului oleh Kata Pengantar Presiden Republik Indonesia, dalam tulis tangan, sepanjang dua halaman. Dari sini kita bisa menafsirkan bahwa Bung Karno mengetahui betul adanya pidato Yamin, yang diucapkan tiga hari sebelumnya.
Pada hari terakhir masa persidangan BPUPKI, 1 Juni 1945, baru Ir Soekarno berpidato tentang Dasar Negara RI yang kelak akan diproklamasikan. Semua kita mengetahui, karena pada tahun 1946, ketika naskah pidato dicetak ulang, diberi judul Lahirnya Pancasila. Panjang naskah dalam kedua buku sama dengan panjang pidato Yamin 29 halaman cetak, walaupun dengan gaya, sistematika, dan alasan yang berbeda-beda. Ketika bicara tentang permusyawaratan, Yamin tak segan-segan mengutip ayat-ayat Al-Qur\'an tentang musyawarah. Sementara Soekarno mempersilakan mengisi DPR dengan sebanyak-banyaknya orang yang akan mengisi UU berdasar ayat Al-Qur\'an, asal secara demokratis.
Isi usulan Soekarno tentang Pancasila adalah: (1). Kebangsaan, (2). Internasionalisme, (3). Mufakat, Permusyawaratan, Perwakilan; (4). Kesejahteraan, (5). Ketuhanan atau Bertaqwa kepada Tuhan YME.
Dua dua pidato yang hampir sama panjang, Yamin dan Soekarno, kita melihat masing-masing mengajukan lima dasar. Tetapi Soekarnolah yang mengajukan nama resmi sebagai Pancasila, yang ia katakan sebagai dibisikkan oleh temannya yang ahli tata Negara (apa bukan Yamin? UF).
Kedua usulan sama-sama mengajukan lima sila. Bedanya ialah tentang Ketuhanan pada Soekarno masuk sila kelima, sedang pada Yamin masuk sila ketiga. Dan kalau kita lihat Piagam Jakarta dan hasil PPKI 18 Agustus - Sila Ketuhanan menjadi sila pertama.
Naskah Pancasila ketiga adalah sebagaimana termuat dalam Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, dengan rumusan sebagai berikut: (1). Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari\'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, (2). Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3). Persatuan Indonesia, (4). Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, (5). Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dan terakhir, pada 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dipimpin oleh ketuanya Ir Soekarno mengesyahkan naskah Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD 1945, di mana Pancasila ada di dalamnya, dengan perubahan redaksi pada sila pertama. Yaitu setelah kata-kata Ketuhanan ditambah Yang Maha Esa, sebagai pengganti dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Penutup
Jadi, sebagai kesimpulan dapat kita tegaskan bahwa lima sila Pancasila, pertama kali diucapkan adalah oleh Prof Muhammad Yamin, pada 29 Mei 1945, yaitu pada sidang pertama BPUPKI. Sidang pertama yang dipimpin oleh Dr Rajiman ini sesungguhnya adalah hari kedua sidang BPUPKI. Sedang hari pertama sidang, 28 Mei diisi oleh upacara pembukaan yang dipimpin oleh Jepang dan mendengarkan pidato wakil Bala Tentara Jepang di Pulau Jawa, Saikoo Sikikan.
Bung Karno, memang orang pertama yang mengucapkan kata Pancasila. Pidatonya, yang kemudian diberi nama Lahirnya Pancasila, diucapkan pada hari ke-5, atau hari terakhir persidangan pertama BPUPKI. Bung Karno mengucapkan kelima dasar negara kita, yang ia beri nama Pancasila, dengan susunan yang berbeda dari susunan yang diucapkan Yamin sebelumnya.
Sehingga saat ini kita mempunyai empat formula Pancasila, yang merupakan suatu proses dari formula I, formula II, formula III, dan formula IV. Formula I dan II, baru masukan diucapkan dalam pidato, masing-masing tanggal 29 Mei dan 1 Juni 1945. Formula III adalah perumusan oleh Tim Perumus atau Tim 9 yang dipimpin Ir Soekarno, dengan anggota: Muhammad Hatta, Maramis, Subardjo, KH Muzakkir, dan lain-lain. Tetapi akhirnya, ketika formula III akan disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), sebelum sidang dimulai timbul masalah, bahwa wakil Indonesia Timur tidak puas tentang perumusan sila pertama. Anak kalimat dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, walau hanya untuk orang Islam diprotes sebagai tidak dapat diterima. Akhirnya dicapai kompromi, konon atas usul KH Tubagus Hadikusumo dari Muhammadiyah, bahwa tujuh patah kata yang menjadi ganjalan diganti dengan tiga patah kata, Yang Maha Esa Bagi tokoh Muhammadiyah itu, makna anak kalimat ini menegaskan tentang tauhid, mengesakan Tuhan. Dan itulah yang oleh Muhammad Hatta dilaporkan ke PPKI dan diterima secara aklamasi.
Inilah selengkapnya keempat formula tadi.

Empat Formula Pancasila

A. Susunan Prof Yamin:
(29 Mei 1945)
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri ke-Tuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

B. Susunan Ir Soekarno:
(1 Juni 1945)
1. Kebangsaan
2. Internasionalisme
3. Mufakat, Permusyawaratan, Perwakilan
4. Kesejahteraan
5. Ketuhanan atau Bertaqwa kepada Tuhan YME

C. Menurut Piagam Jakarta:
(22 Juni 1945)
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

D. Menurut PPKI:
(18 Agustus 1945)
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jadi kalau disimpulkan dalam satu kalimat panjang: lima sila dasarnya negara kita diucapkan pertama kali oleh Prof Yamin pada 29 Mei 1945; tetapi lima dasar Negara dengan nama Pancasila, pertama kali disampaikan Bung Karno pada 1 Juni 1945; dirumuskan hingga disepakati 60-an anggota BPUPKI pada 22 Juni 1945 dengan nama Piagam Jakarta; tetapi disahkan sebagai Pembukaan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945 dengan perubahan tujuh patah kata, setelah Ketuhanan, diganti tiga patah kata. Itulah nyatanya. (Penulis adalah mantan anggota BP MPR, 2000-2004/Sekretaris Universitas Islam As-Syafiiyah, Jakarta)
(habis)